Dituntut 2,6 tahun Penjara, Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Korupsi Ajukan Pledoi

Terdakwa Ibnu dan Hafizon saat menjalani persidangan/RMOLBengkulu
Terdakwa Ibnu dan Hafizon saat menjalani persidangan/RMOLBengkulu

Tidak terima atas tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Bengkulu beberapa waktu lalu. Kuasa hukum terdakwa Ibnu Suud dan Hafizon Nazardi akan sampaikan materi pembelaan atau pledoi.


Keduanya akan melakukan pledoi lantaran tidak terima tuntutan yang diberikan oleh JPU terkait kliennya yang tersandung kasus tindak pidana korupsi pembangunan pengamanan sungai pengendali banjir Kota Bengkulu pada tahun pengerjaan 2019 lalu.

Dalam hal ini, Kuasa hukum Hafizon Nazardi yakni Syaiful Anwar akan mengajukan materi pembelaan terkait tuntutan yang diterima Hafizon Nazardi selaku Kabid Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Bengkulu sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dituntut selama 2 tahun 6 bulan dan denda Rp. 300 juta dengan subsider 6 bulan kurungan 

“Tuntutan itu tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di ruang persidangan. Karena memperkaya diri sendiri dan hal-hal lain itu itu tidak terbukti,” kata Syaiful Anwar kepada RMOLBengkulu

Menurutnya, tuntutan yang diberikan pada kliennya tersebut cukup tinggi. Sehingga pihaknya akan mengkaji kembali pasal-pasal yang disangkakan terhadap Hafizon Nazardi.

“Menurut kami tuntutan itu cukup tinggi dan itu akan kami sampaikan dalam meteri pembelaan kami saja. Kami akan uraikan secara konferensif unsur-unsur dari pasal 3 sebagaimana dakwaan dari JPU,” papar Syaiful

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Ibnu Suud selaku Direktur CV Utaka Esa sebagai konsultan pengawas juga akan melakukan hal yang sama. Dimana kuasa hukum Ibnu Suud yakni Puspa Erwan akan menyampaikan pembelaan pada sidang lanjutan yang akan digelar oleh pihak Pengadilan Negeri Bengkulu. 

Dikatakan Puspa Erwan, dalam tuntutan yang diberikan oleh JPU terdapat kesenjangan. Serta menepis bahwa tindakan yang dilakukan dari terdakwa lainnya adalah sama dengan kliennya. 

“Kita lihat ada kesenjangan hukum. Dimana dari klien kami sudah dikatakan bahwa kontrak yang dilakukan itu pisah,” ucap Puspa Erwan.

Kemudian, dalam pelaksanaan kliennya sudah menjalankan sesuai dengan aturan dan sudah memberitahu bahwa adanya kesalahan. Artinya dalam hal ini memang ada kesalahan dan keteledoran anak buah dilapangan.

“Sejauh ini kita tidak bisa mendikte karena kontrak kita terpisah. Secara langsung kita tidak menikmati dan kita tidak merugikan negara secara langsung dan kita berharap masuk dalam pasal 55. Tetapi dianggap masuk di pasal 3 secara bersama-sama,” ucapnya. 

Kendati demikian, pihaknya akan mencoba  untuk menuangkan nota pembelaan di pledoi. Guna tuntutan yang diberikan terhadap kliennya yakni 2 tahun 6 bulan dan denda Rp. 300 juta dengan subsider 6 bulan kurungan dapat dipertimbangkan kembali.

“Dalam hal ini kalaupun ada kesalahan tidak semuanya sama. Tapi kami juga kaget dalam hal ini disamakan. Kita berupaya untuk sampaikan di pembelaan nanti,” tutup Puspa Erwan.