MA Berkontribusi Rp 18,255 Triliun Ke Negara

RMOL. Mahkamah Agung (MA) di bawah pimpinan Hatta Ali telah berhasil mencapai capaian yang positif.


RMOL. Mahkamah Agung (MA) di bawah pimpinan Hatta Ali telah berhasil mencapai capaian yang positif.

Sepanjang tahun 2017, MA telah memberikan kontribusi kepada keuangan negara sebesar Rp18.255.338.828.118 yang berasal dari pidana denda dan uang pengganti dalam perkara pelanggaran lalu lintas, pidana korupsi, narkotika, kehutanan, perlindungan anak, perikanan, pencucian uang dan lain-lain.

Menurut Hatta Ali, jumlah pidana denda dan uang pengganti tersebut mengalami kenaikan lebih dari 14 kali lipat dibandingkan jumlah denda dan uang pengganti yang dijatuhkan pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp4.482.040.633.945. Denda dan uang pengganti tersebut dijatuhkan dalam perkara pidana pada peradilan umum dan perkara pidana pada peradilan militer.

"Selain sebagai kontribusi bagi keuangan negara, kenaikan jumlah uang pengganti yang dijatuhkan tersebut merupakan bukti MA dalam pemberantasan tindak pidana yang mengakibatkan kerugian negara dan sebagai upaya MA dan memulihkan keuangan negara," kata Hatta Ali saat menyampaikan Laporan Tahunan MA di Gedung JCC, Jakarta, Kamis (1/3). dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Dalam Laporan Tahunan MA ini dihadiri juga oleh Presiden Jokowi dan para Menteri Kabinet, Pimpinan Lembaga Negara dan pejabat MA serta badan peradilan di bawahnya. Termasuk di antaranya hadir para Ketua MA negara-negara sahabat. Sedikitnya ada 800 tamu undangan dalam acara Laporan Tahunan MA yang mulai digelar sejak pukul 10.00 WIB tadi.

Hatta Ali menyebutkan, selain memberikan kontribusi keuangan kepada negara, sisa perkara tahun 2017 juga menjadi yang terendah sepanjang sejarah MA yaitu sebanyak 1.388perkara, yang artinya lebih kecil dibandingkan sisa perkara tahun sebelumnya sebanyak 2.357 (dua ribu tiga ratus lima puluh tujuh) perkara.

Berdasarkan data sisa tunggakan di MA sejak enam tahun terakhir terus mengalami penurunan yang cukup siginifikan.

Apalagi jika dibandingkan dengan sisa tunggakan pada tahun 2012 sebanyak 10.112 perkara, maka dalam kurun waktu enam tahun tersebut MA telah mampu mengikis lebih dari 86 persen sisa perkara.

Penurunan jumlah sisa perkara dari tahun ke tahun tersebut tidak terlepas dari sistem dan regulasi yang dibuat MA beberapa tahun terakhir, antara lain berlakunya sistem kamar di MA, penerbitan SK KMA Nomor 214 tahun 2014 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara di MA serta penerapan sistem baca berkas serentak dan koreksi bersama.

Hatta Ali menuturkan, Penerapan Sistem Kamar sangat mempengaruhi produktivitas penanganan perkara di MA ditambah dengan kebijakan yang baru di terbitkan beberapa bulan yang lalu yaitu Perma Nomor 9 tahun 2017 tentang Format (template) dan Pedoman Penulisan Putusan / Penetapan MA. Dengan kebijakan baru tersebut, MA berkeyakinan bahwa mulai tahun 2018 akan terjadi lonjakan produktivitas penyelesaian perkara, karena format putusan MA menjadi lebih singkat, hal tersebut akan mempengaruhi percepatan proses minutasi perkara di MA.

Dalam kesempatan ini Hatta Ali juga menyebutkan pada tahun 2017 Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan telah dilakukan di empat lingkungan peradilan. Berdasarkan data yang ada, hingga bulan Desember 2017 tercatat 324 Pengadilan pada Lingkungan Peradilan Umum, 98  Pengadilan/Mahkamah Syar'iyah pada Lingkungan Peradilan Agama, lima Pengadilan pada Lingkungan Militer, dan lima Pengadilan pada Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara telah terakreditasi.

Sistem akreditasi pada badan peradilan dilakukan dalam upaya memberikan pelayanan dengan standar Peradilan Indonesia yang Unggul (Indonesia Court Performance Excellent) yang didasarkan pada tujuh kriteria yaitu Kualitas, Kemimpinan, Rencana Strategis, Kualitas Pelayanan, Sistem dokumentasi administrasi, Manajemen Sumber Daya, Manajemen Proses, dan Sistem Pengawasan. Dengan penerapan sistem akreditasi ini  maka masyarakat bisa merasakan perubahan ketika datang ke kantor - kantor pengadilan karena sudah tidak ada lagi kesan bahwa pengadilan itu kumuh dan kotor.

"Semua itu terus dikembangkan sebagai program prioritas MA untuk mewujudkan badan peradilan Indonesia Yang Agung," paparnya. [ogi]