Perkara Benur, KPK Apresiasi Hukuman Yang Memberatkan Edhy Prabowo

Jubir KPK Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri/Net
Jubir KPK Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri/Net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi atas putusan pidana uang pengganti senilai Rp 9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.


Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, KPK sejak awal menghormati segala proses peradilan, termasuk hak-hak terdakwa Edhy untuk melakukan pengujian putusan pada tingkat pertama melalui banding.

"Perkara ini yang mengajukan upaya hukum banding adalah terdakwa, maka saat ini KPK tentu menunggu sikap dari terdakwa atas putusan tersebut," ujar Ali kepada wartawan, Kamis malam (11/11).

Dalam proses banding kata Ali, KPK telah menyiapkan memori kontra bandingnya. Terkait putusan yang lebih berat dari putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, merupakan menjadi ranah dan kewenangan sepenuhnya dari Majelis Hakim.

"Jika kita melihat putusan banding yang memperberat hukuman terdakwa, artinya majelis hakim punya keyakinan dan pandangan yang sama dengan tim Jaksa KPK bahwa terdakwa secara meyakinkan terbukti bersalah menerima suap dalam pengurusan izin budidaya lobster dan ekspor benur," jelas Ali.

"Kami juga mengapresiasi putusan pidana uang pengganti senilai Rp 9,6 miliar dan USD 77 ribu. Hal tersebut penting sebagai bagian dari asset recovery yang menyokong penerimaan negara melalui upaya pemberantasan korupsi," sambung Ali.

Saat ini kata Ali, KPK menunggu salinan putusan lengkap dari PT DKI Jakarta untuk dipelajari lebih lanjut.

Sebelumnya, Majelis Hakim PT DKI memperberat hukuman terhadap Edhy. Hal tersebut merupakan hasil putusan PT DKI Jakarta yang telah diputuskan pada Senin (1/11).

Penelusuran Kantor Berita Politik RMOL di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Majelis Hakim PT DKI menerima permintaan banding yang diajukan oleh Penasihat Hukum (PH) terdakwa Edhy Prabowo.

"Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 26/Pid.Sus/TPK/2021/PN.JKT.PST tanggal 15 Juli 2021 dengan mengubah lamanya pidana penjara dan pidana penjara pengganti dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut yang dijatuhkan kepada Terdakwa," bunyi petikan yang tercantum di SIPP PN Jakarta Pusat seperti dilihat pada Kamis siang (11/11).

Dalam putusannya, Majelis Hakim PT DKI menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp 400.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata Majelis Hakim PT DKI yang diketuai oleh HARYONO dan sebagai Hakim Anggota yaitu, Mohammad Lutfi dan Singgih Budi Prakoso.

Selain itu, Edhy juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan sejumlah 77 ribu dolar Amerika Serikat dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh terdakwa.

Apabila terdakwa Edhy tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terdakwa Edhy tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama tiga tahun.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata Majelis Hakim banding.

Putusan banding ini diketahui lebih berat dari putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Di mana, pada peradilan tingkat pertama itu, Edhy divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, Edhy juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS subsider dua tahun kurungan. Edhy juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah Edhy menjalani pidana pokoknya. dilansir RMOL.ID. [ogi]