RMOL. Dalam tuntutannya Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Ridwan Mukti yang juga Gubernur Bengkulu non aktif dengan hukuman 10 tahun. Bahkan KPK juga minta istrinya Lily Martiani Maddari dihukum yang sama.
- KPK Sasar Buku Tamu Dan CCTV Kantor PLN
- Jadi Tersangka, Eni Saragih Langsung Ditahan Di Rutan KPK
- Lapas Malabero Pastikan Kurir Narkoba Yang Diamankan Polda Bengkulu Tidak Ada Kaitannya Dengan Warga Binaan
Baca Juga
RMOL. Dalam tuntutannya Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Ridwan Mukti yang juga Gubernur Bengkulu non aktif dengan hukuman 10 tahun. Bahkan KPK juga minta istrinya Lily Martiani Maddari dihukum yang sama.
Jaksa menilai, keduanya terbukti menerima suap Rp 1 miliar terkait proyek pembangunan jalan di Bengkulu.
"Dia gubernur, namun sesuai fakta persidangan terbukti berbuat korupsi meminta dan menerima uang Rp 1 miliar dari kontrakÂtor," kata JPU Khaerudin, seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL.
Saat itu Ridwan dan Lily terbukti menerima uang dari kontraktor bernama Jhoni Wijaya lewat perantara Rico Diansari. Aksi ini tertangkap tangan KPK.
"Terdakwa ini tidak punya niat baik di persidangan dan menyangkal perbuatan yang nyatanya terbukti di fakta persidangan. Selain itu mereka adalah pelaku, berbeda dengan Rico, dia perantara," kata Khaerudin membacakan pertimbangan yang memberatkan tuntutan.
JPU menganggap perbuatan Ridwan dan Lily memenuhi unsur dakwaan Pasal 12 huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Lantaran itu, JPU juga meÂminta majelis hakim menÂjatuhkan denda masing-masing Rp 400 juta subsider enam buÂlan kurungan kepada Ridwan dan Lily, serta mencabut hak politik Ridwan selama lima tahun.
"Cuma (dicabut) hak untuk dipilih. Untuk memilih tetap bisa. Kami merasa ganjaÂran ini adil," kata Khaerudin.
Usai sidang, kuasa hukum Ridwan dan istri, Rujito menyatakan keberatan atas tuntutan pencabutan hak politik.
"Tentu kami keberatan, karena hak politik secara konstitusional kan tidak bisa dicabut," katanya.
Untuk diketahui, Ridwan, Lily, Rico dan Jhoni ditangÂkap KPK pada 20 Juni 2017. Penangkapan dilakukan usai Rico menyerahkan uang Rp1 miliar kepada Lily.
Uang yang diserahkan Rico berasal dari Jhoni. Perusahaan Jhoni, PT Statika Mitra Sarana (SMS) adalah pemenang dua proyek jalan di Provinsi Bengkulu. Yakni proyek pemÂbangunan jalan TES-Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp 37 miliar dan proyek peningÂkatan jalan Curuk Air Dingin, Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp 16 miliar.
Dari kedua proyek itu, Ridwan dijanjikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek atau Rp 4,7 miliar. Fee itu diserahÂkan lewat Lily. Rico menjadi koordinator pemberian fee dari kontraktor kepada Lily sejak 2016. [nat]
- Ternyata Saldo Rekening Giro Anak Akidi Tio Tidak Sampai Rp 2 T
- Diam-diam Jadi Simpatisan ISIS, Tukang Bakso Ini Diciduk
- Banyak Kejanggalan, Kapolres Lebong Tegaskan Ada Calon Tersangka Kasus Mafia Tanah