Fasilitas Mewah Lapas Sukamiskin Soal Mental Pejabat Yang Rusak

RMOLBengkulu. Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap kepala Lapas Sukamiskin dan seorang terdakwa serta mendapati beberapa terpidana KPK yang menghilang di tempat dan dengan fasilitas mewah, bukanlah hal yang mengejutkan karena praktik tersebut sudah biasa terjadi di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (LP).


RMOLBengkulu. Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap kepala Lapas Sukamiskin dan seorang terdakwa serta mendapati beberapa terpidana KPK yang menghilang di tempat dan dengan fasilitas mewah, bukanlah hal yang mengejutkan karena praktik tersebut sudah biasa terjadi di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (LP).


"Bukan saja di Sukamiskin tetapi juga di LP lainnya seperti kasus Artalyta Suryani, Gayus Tambunan dan lain-lain," kata pengamat hukum Syamsuddin Radjab kepada redaksi, Senin (23/7).

Fasilitas mewah itu terjadi karena adanya kebutuhan mewah terpidana di dalam LP dengan pihak yang dapat menyediakan hal itu yakni pihak LP sendiri yang kebijakannya ada di kepala LP sehingga secara simbiosis-mutualistik hukum pasar dalam ekonomi "ada kebutuhan dan ada penyedia".

"Maka transaksi itu dapat berlangsung dengan harga yang tentu sangat tinggi apalagi pengawasannya jauh dari jangkauan publik dan atasannya termasuk jauh dari pengawasan KPK," ujar Syamsuddin Radjab.

Menurutnya, hal itu terjadi bukan saja pada terpidana korupsi namun juga pada terpidana lainnya seperti kasus narkotika, kejahatan perbankan dan pencucian uang yang pada prinsipnya terpidana yang memiliki uang banyak dan dari bisnis uang haram. Sementara terpidana kasus ecek-ecek kadang diperbantukan dan bahkan sipir-sipir pun juga menjadi "pembantu" terpidana berduit tersebut.

"Pada LP Sukamiskin, semua terpidananya bukan saja kasus korupsi tetapi juga kasus pidana umum sseperti curanmor, pembunuhan dan pemerkosaan. Hanya saja memang yang membedakan disana soal fasilitas. Fasilitas kasus korupsi bak hotel berbintang sementara kasus lainnya hanya mendapat bintang-bintang alis pusing," terang Syamsuddin Radjab.

Saat ini KPK tengah berpikir untuk memindahkan terpidana korupsi ke LP di Nusakambangan. Menurut Syamsuddin Radjab itu hanya memindahkan masalah dan tempat saja karena pada prinsipnya bukan soal tempat tapi soal karakter dan mental pejabat yang menangani LP dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM.

"Selama mentalitas pejabat lapas korup maka selama itu pula pembedaan perlakuaan dan pemberian fasilitas mewah kepada terpidana kasus korupsi akan terus berlangsung. Sanksi pemecatan dan pengawasan ketat menjadi jawaban kasus tersebut kepada para pejabat lapas dan pemiskinan bagi pelaku korupsi," tutup Direktur Eksekutif Jenggala Center itu. dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]