8 Desa Terindentifikasi Jadi Lokus Stunting, Reduwan Arif: Hal Ini Perlu Diintervensi

M. Reduan Arif/ist
M. Reduan Arif/ist

Penurunan angka stunting atau gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkulu Selatan (BS) yang terus digalakkan hingga saat ini.


Bahkan, setelah dilakukan edukasi dan sosialisasi akan pentingnya hidup sehat serta menjaga kebersihan terhadap lingkungan sekitar, nyatanya berimbas pada penurunan angka Stunting di BS.

"Berdasarkan data dari pusat angka stunting di Bengkulu Selatan pada tahun 2021 di lebih dari 20 persen, namun saat ini menurun 2 persen, menjadi 18 persen," kata Kepala BKKBN BS, M Reduwan Arif saat dikonfirmasi, Kamis (10/2).

Dikatakannya, sosialisasi program edukasi 1000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan kegiatan strategis dalam menekan angka stunting dengan memberikan pendidikan tentang pola asuh kepada ibu.

"Kurangnya pengetahuan orang tua akan memicu terjadi peluang stunting. Stunting menunjukkan kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Tidak hanya tubuh pendek, stunting memiliki banyak dampak buruk pada anak," ujarnya.

Selain itu, status gizi buruk pada ibu hamil dan bayi merupakan faktor utama yang menyebabkan anak balita mengalami stunting. Sebab, yang membuat dampak gagal tumbuh terjadi pada anak balita atau di bawah usia lima tahun. Disamping itu juga, kebersihan lingkungan sekitar juga dapat menjadi pemicu terjadinya stunting.

"Ada banyak sekali hal yang dapat memicu terjadinya gizi buruk ini. Terlebih lagi penyebab gizi buruk pada ibu hamil," imbuhnya

Untuk itu, dirinya meminta semua OPD terkait hingga pemerintah desa untuk bersama-sama dalam menetralisir stunting di BS, sebab untuk mencapai hal itu harus berkerjasama satu sama lain. Sebab, pada tahun 2024 mendatang pihaknya menargetkan angka stunting di BS menurun menjadi 14 persen sesuai dengan target nasional.