RMOLBengkulu. Menjawab surat edaran Menteri Ketenagakerjaan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mempersiapkan aksi unjuk rasa di berbagai kota. Salah satu isi edaran itu menegaskan, agar kepala daerah menaikkan upah minimumtahun 2019 sebesar 8,03 persen yang dinilai terlalu kecil.
- Ini Identitas 18 Orang Selamat Penumpang KM Sinar Bangun Di Danau Toba
- Bulan Ramadan, Melayani Masyarakat Juga Ibadah
- Resmi, Gubernur Bengkulu Lantik Direktur Utama Bank Bengkulu
Baca Juga
RMOLBengkulu. Menjawab surat edaran Menteri Ketenagakerjaan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mempersiapkan aksi unjuk rasa di berbagai kota. Salah satu isi edaran itu menegaskan, agar kepala daerah menaikkan upah minimumtahun 2019 sebesar 8,03 persen yang dinilai terlalu kecil.
Presiden KSPI Said Iqbal meÂnyampaikan, di tingkat nasional, aksi akan dipusatkan di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, tanggal 24 Oktober 2018. "Aksi unjuk rasa di Kementerian Ketenagakerjaan akan diikuti sekurangnya 5 ribu buruh. Berasal dari Jabodetabek dan Banten," tuturnya.
Dalam aksi ini, buruh akan menÂgusung tiga tuntutan. Yaitu, cabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 (PP 78/2015). Tolak kenaikan upah minimum sebesar 8,05 persen. Dan meminta kenaiÂkan upah minimum sebesar 20 hingga 25 persen.
Selain di Kemenaker, buruh juga akan melakukan aksi di berbagai daerah. Beberapa daerah yang sudah memastikan ikut aksi adalah Bandung-Jawa Barat pada 25 Oktober 2018, Medan-Sumatera Utara pada 29 Oktober 2018, Surabaya-Jawa Timur paÂda 29 Oktober 2018, Semarang, Jawa Tengah pada 30 Oktober 2018, dan Batam-Kepulauan Riau pada 31 Oktober 2018.
Dalam aksi ini, buruh juga akan menyerukan untuk tidak memilih pemimpin yang pro upah murah dengan menerapkan PP 78/2015 dalam Pemilu 2019. Kalangan buruh menilai, keÂnaikan itu terlalu kecil lantaran naiknya harga-harga kebutuhan pokok.
Iqbal menyebutkan, kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen akan membuat daya beli buruh jatuh. "Harga-harga baÂrang seperti beras, telur ayam, transportasi (BBM), listrik, hingga sewa rumah kenaikannya lebih besar dari 8,03 persen," katanya di Jakarta.
Turunnya daya beli buruh akibat upah rendah, terang Iqbal, akan berimbas kepada duniausaha. Produksi dipastikan akan berkurang, arena lesunya konÂsumsi masyarakat. "Kita dorongsupaya ada keseimbangan.Agar produksi meningkat maka tingkatÂkan konsumsi. Supaya konsumsi meningkat ya upahlayak jangan upah murah. Keseimbangannya di situ," ujarnya.
Jika upah terlalu rendah, upah buruh akan habis hanya untuk kebutuhan makanan, bayar ongÂkos transportasi, sewa rumah, dan biaya listrik. Dengan begitu, mereka tidak punya dana untuk membeli kebutuhan lainnya. "Kita nggak bisa beli barang barang sekunder. Akhirnya produksi barang sekunder nggak akan meningkat," lanjutnya.
Pihaknya mengusulkan, keÂnaikan upah minimum tahun 2019 sebesar 20 hingga 25 persen. Kenaikan sebesar itu diÂdasarkan pada hasil survei pasar, kebutuhan hidup layak yang dilakukan KSPIdi beberapa daerah, seperti Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera.
KSPImeminta agar para kepala daerah mengabaikan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan dan tidak menggunakan PP 78/2015 dalam menaikkan upah miniÂmum. "Acuan yang benar adalah, gunakan data survei Kebutuhan Hidup Layak sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang Ketenagakerjaan," terangnya.
Sebelumnya, pemerintah teÂlah memutuskan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Dengan memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Penentuan UMP merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) no.78 tahun 2015. dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]
- Reses Bambang Hermanto, Infrastruktur Masih Jadi Keluhan Utama Masyarakat
- Box Container Tak Diperlukan Lagi, KPU Gunakan Sipol untuk Pendaftaran Peserta Pemilu 2024
- HUT Ke-20, PIPAS Kemenkumham Bengkulu Tabur Bunga Di TMP Balai Buntar