Uji Klinis Vaksin Nusantara Dihentikan, Riset Penangkal Virus Covid-19 Berlanjut

Jenderal TNI Andika Perkasa/Net
Jenderal TNI Andika Perkasa/Net

Dihentikannya uji klinis Vaksin Nusantara oleh Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) tak membuat riset dalam upaya menciptakan penangkal virus Covid-19 berhenti. Riset yang digagas Mantan Menteri Kesehatan Terwan Agus Putranto terus berlanjut.


Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa pun angkat bicara menyikapi keputusan BPOM itu.  Andika menegaskan, RSPAD Gatot Subroto akan melakukan riset baru tentang sel dendritik. Hal itu untuk merespon temuan BPOM atas kelemahan yang bersifat critical dan majeure di dalam kandungan Vaksin Nusantara.

"Pemerintah mencarikan solusi sehingga di sisi lain peneliti tetap harus, sambil melengkapi tadi respon yang harus diberikan ke BPOM, mereka bisa terus tetapi dengan penelitian yang berbeda. Jadi sama sekali tidak melanjutkan (Vaksin Nusantara)," kata Andika di Pomdam Jaya, Jakarta, dikutip Kantor Berita Politik, Selasa (20/4).

"Jadi kalau melanjutkan apakah disebut fase 2 atau fase-fase selanjutnya, jadi ini berbeda. Judulnya pun dipilih berbeda. Penelitian kali ini 'Penelitian Berbasis Pelayanan Yang Menggunakan Sel Dendritik Untuk Meningkatkan Imunitas terhadap Sar Cov 2 atau Covid-19'," tambahnya menekankan.

Penelitian kali ini, kata Andika tidak ditujukan untuk menciptakan vaksin seperti sebelumnya. Melainkan untuk menciptakan terapi imun dalam rangka meningkatkan imunitas tubuh untuk melawan Covid-19.

Hasil pnelitian baru ini juga direncanakan tidak untuk produksi massal. Sehingga tidak perlu meminta izin edar BPOM. Adapun penelitian baru ini tetap memanfaatkan sel dendritik seperti yang dipakai pengobatan kanker, untuk meningkatkan imunitas tubuh dalam melawan Covid-19.

"Apakah ini bisa? Bisa, saya yakin bisa dan pemerintah pun mempercayakan itu kepada kami walaupun sifatnya tadi tidak untuk komersil, maka tidak diperlukan izin edar dari BPOM," pungkas Andika.

Sebelumnya, Vaksin Nusantara gagasan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menimbulkan polemik karena dinilai belum memenuhi kaidah ilmiah. Vaksin Covid-19 tersebut belum mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), namun tetap dilanjutkan, hingga uji klinis fase II. Hal itu membuat BPOM, TNI, dan Kementerian Kesehatan sepakat menghentikan uji klinis Vaksin Nusantara.

Riset untuk mencari penangkal Virus Covid-19 di tanah air sebenarnya tidak hanya terbatas pada pembuatan vaksin. Dr dr Theresia Monica Rahardjo, menerapkan terapi plasma konvalesen untuk pasien Covid-19.

Hingga kini terapi tersebut terus berlanjut. Upaya menciptakan penangkal Covid-19 melalui sel dendritik sebenarnya mendapat dukungan dari seorang ahli virus, Prof Dr Choirul Anwar Nidom.

Dalam artikel yang ditulis Dahlan Iskan, dengan judul “Jalan Memutar” yang diterbitkan Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (27/3) disinggung dukungan Prof Dr Choirul Anwar Nidom terhadap pengembangan Vaksin Nusantara. Bahkan Prof Nidom menilai penanganan pasien Covid-19 melalu proses Vaksin Nusantara lebih bagus daripada lewat konvalesen.

"Prinsipnya sih mirip. Sama-sama memberi atau menginduksi antibodi dari luar," ujar Prof Nidom, penemu vaksin Flu Burung itu. "Perbedaannya, konvalesen bisa menimbulkan ketidakcocokan protein," ujar guru besar Universitas Airlangga Surabaya itu.

Perbedaan lainnya, kata Prof Nidom, penumbuhan imunitas lewat pemberian konvalesen harus berulang. Itu karena titer yang bisa turun. "Tapi lewat dendritik tidak harus berulang," ujar Prof Nidom. "Itu karena dendritik bisa menurunkannya pada progeni dendritiknya," demikian Prof Nidom.