Tegas Menindak Waria, Kapolres Aceh Utara Dihadiahi Rencong

RMOL. Berita penangkapan dan pembinaan kaum waria di Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, menjadi isu nasional karena dianggap melecehkan hak asasi manusia.


RMOL. Berita penangkapan dan pembinaan kaum waria di Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, menjadi isu nasional karena dianggap melecehkan hak asasi manusia.

Bahkan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dikabarkan sudah angkat bicara mengenai isu tersebut. Ia memerintahkan Kapolda Aceh untuk memeriksa Kapolres Aceh Utara.

Kapolres Aceh Utara AKBP Ahmad Untung Surianata atau lebih dikenal Untung Sangaji, menjadi sorotan karena razia yang dilakukan anak buahnya disertai tindakan mencukur paksa rambut dan "pembinaan",

Namun, tidak demikian bagi masyarakat Aceh. Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH, menyerahkan cendera mata berbentuk rencong dalam ukuran besar kepada Kapolres Untung Sangaji di Mapolres Aceh Utara sebagai bentuk dukungan atas tindakan tegas itu.

"Penyerahan rencong ini sebagai bentuk dukungan kami kepada Kapolres yang dengan tegas dan berani membina beberapa warga Aceh Utara yang berperilaku waria atau LGBT," kata Safaruddin dalam pernyataan persnya, kemarin (31/1/2018) dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Menurut dia, rencong dalam kehidupan masyarakat Aceh adalah lambang keberanian dan ketegasan. Karena itulah ia menyerahkan rencong tersebut kepada Kapolres.

"Agar semangat rencong yang berani dan tegas bersemayam dalam jiwa Kapolres dalam menegakkan hukum dan memberantas perilaku LGBT di Aceh," lanjutnya.

Rencong tersebut diterima langsung Kapolres Aceh Utara, AKBP Ir Untung Sangaji, didampingi Kabid Humas Polres Aceh Utara.

"Kami yakin, dukungan ini bukan hanya dari kami,  tapi seluruh masyarakat Aceh sangat mendukung langkah Kapolres, dan dukungan ini kami harap juga dari instansi kepolisian, baik dari Kapolri maupun Kapolda," tambah Safaruddin.

Dalam penyerahan rencong tersebut,  Safaruddin didampingi jajarannya seperti Korwil I YARA, Basri; Kordinator Paralegal, Muzakir; Direktur Hukum dan HAM, Yudhistira Maulana; dan bagian paralegal, Rizal Saputra.

"Kami juga mendorong agar Pemerintah Aceh dan DPRA mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk mengadopsi Qanun Jinayat sebagai regulasi nasional guna mengisi kekosongan hukum untuk menghukum perbuatan dan perilaku yang bertentangan dengan norma Islam. Tentu regulasi tersebut hanya berlaku untuk umat Islam seperti di Aceh" tutup Safaruddin. [nat]