Metaverse, Bagaimana Menyikapinya


KEHIDUPAN kita sedang bergerak (diarahkan?) menuju keterpisahan antara dunia nyata dan maya (virtual). Dulu, realitas semu atau maya digambarkan berupa ruang imajiner yang terbentuk (dibentuk?) oleh konsepsi-konsepsi di alam pikiran manusia. Dalam kajian filsafat pernah populer istilah Simulakra kala itu. 

Teknologi di samping membawa lompatan kemajuan dan kemudahan hidup, juga membawa bersamanya keterasingan (alienasi) manusia dan lingkungannya.

Dulu sekali, ketika televisi ditemukan, banyak orang teriak bahwa televisi menimbulkan kecanduan akut sehingga  seseorang bisa hidup sendiri dengan televisi yang menemani hari-harinya. Lalu datang era handphone yang makin menjauhkan manusia dari lingkungannya. 

Santer kala itu ungkapan "mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat" sebagai penggambaran paling jitu bagaimana alienasi sosial itu terjadi. 

Satu meja makan, berjarak beberapa inci namun tidak ada komunikasi karena semua sibuk dengan handphonenya. Di era hp (singkatan handphone) ini manusia sudah mulai masuk lebih dalam ke dunia virtual, wabil khusus melalui medsosnya. 

Melalui platform medsos yang dimiliknya (Facebook, Instagram, Twitter) seseorang hadir membangun sosok dirinya di dunia virtual yang boleh jadi bertolak belakang dengan dunia nyatanya. 

Bahkan seorang bisa membuat akun palsu (fake account) untuk kepentingan tertentu. (Catatan: Maka hati-hatilah dengan akun wanita cantik, siapa tahu aslinya laki-laki...hehe). 

Ketika Facebook meluncurkan Metaverse, ini adalah kelanjutan dari virtualisasi yang makin solid dan terstruktur atas kehidupan manusia.

Ambisi besarnya, memindahkan dunia nyata sepenuhnya ke dunia virtual. Seluruh bidang kehidupan, sosial, ekonomi, politik, pendidikan bahkan agama.

Arab Saudi sudah mengumumkan membangun Ka'bah di Metaverse, entah apakah nanti ibadah haji cukup di rumah dengan alat VR? 

Akan banyak persoalan yang membutuhkan jawaban keagamaan di sana, seperti ibadah haji/umrah tadi, lalu salat yang dikerjakan oleh Avatar, atau sebaliknya apakah maksiat yang dilakukan Avatar dihukumi haram juga. Terminologi "perbuatan mukallaf" (af'alul mukallafin) dalam fiqih apakah akan ditinjau ulang sejauh menyangkut Avatar seseorang?.

Selamat datang di era Metaverse!!

Kh Jamaluddin F Hasyim

Penulis adalah Ketua Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta