Diduga Muluskan Proyek Masuk Lebong, Mantan Dirut Tuding Lahannya Dicatut

RMOLBengkulu. Sedikitnya Rp 14 miliar dana telah dikucurkan Kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) VII Provinsi Bengkulu Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementrian Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Republik Indonesia, untuk membangun intake Air Gadis PDAM Tirta Tebo Emas (TTE) di Desa Ajai Siang, Kecamatan Topos, Kabupaten Lebong.


RMOLBengkulu. Sedikitnya Rp 14 miliar dana telah dikucurkan Kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) VII Provinsi Bengkulu Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementrian Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Republik Indonesia, untuk membangun intake Air Gadis PDAM Tirta Tebo Emas (TTE) di Desa Ajai Siang, Kecamatan Topos, Kabupaten Lebong.

Paket kegiatan ini telah selesai dikerjakan oleh PT Duta Karya Monte Carlo dengan kontrak pengerjaan dari bulan Februari hingga November tahun 2018 lalu.

Menariknya, proyek yang dibiayai dari APBN diduga tidak memenuhi persyaratan seperti yang diminta oleh kementerian PUPR.

Hal itu dituding langsung Mantan Dirut Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tebo Emas (TTE) Kabupaten Lebong, Sopian Razik melalui Kuasa Hukumnya Anwar Sadad, Kamis (20/8).

Menurutnya, sebelum pembangunan Intake dan Instalasi Pengelolaan Air (IPA) tersebut terlebih dahulu harus memenuhi beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Lebong.

Di antaranya, Pemerintah Kabupaten Lebong harus membebaskan tanah yang peruntukan untuk pembangunan Intake dan instalasi pengolahan air (IPA) yang lokasinya sesuai dengan titik koordinat oleh konsultan BWS7 dan Pemerintah Kabupaten Lebong harus membangun bak IPA.

"Berdasarkan dokumen yang dikirim oleh Pemerintah Kabupaten Lebong pada saat menanggapi surat dari kuasa hukum BPK Sopian razik, terdapat dokumen-dokumen perundingan mengenai pembebasan lahan milik klien kami yang akan digunakan untuk pembangunan IPA yang pada intinya tidak terdapat kesepakatan antara klien kami sebagai pemilik lahan dengan pemerintah kabupaten Lebong," ujar Sadad, Kamis (20/8).

Akan tetapi, lanjutnya, fakta hukum di lapangan pembangunnan Intake Air Gadis yang terletak di Desa Ajai siang  telah selesai dibangun. Hal tersebut disebabkan karena adanya surat pernyataan Kepala Daerah Kabupaten Lebong nomor: 032/176/B.7/II/2019 yang ditanda tangani langsung oleh  Bupati Lebong yang berinisial R, yang pada intinya menyatakan bahwa tanah milik kliennya yang akan dibangun IPA Oleh Satker Prov Bengkulu telah dibebaskan dari pemilik sebelumnya.

"Dengan surat pernyataan itulah yang menyebabkan pemerintah daerah telah memenuhi persyaratan yang diajukan oleh PUPR melalui BWSS-7 Provinsi Bengkulu untuk dibangun Intake Air Gadis. Padahal fakta hukumnya tanah milik klien kami yang akan digunakan untuk pembangunan IPA belum dibebaskan oleh Pemerintah kabupaten Lebong bahkan tidak jadi di bebaskan,hal tersebut sangat bertentangan dgn fakta yg sebenarnya," bebernya.

Dia menegaskan, jika surat jual beli antara kepala daerah dengan kliennya dan surat Pernyataan nomor 032/176/B.7/II/2019 yang ditanda tangani langsung oleh Bupati Lebong, akan dibatalkan oleh pemerintah Kabupaten lebong, maka mohon agar kliennya diberikan keterangan secara tertulis mengenai pembatalan jual beli tersebut dan tentunya klien saya merasa di rugikan dengan demikian klien saya sesegera mungkin akan mengambil langkah hukum baik secara pidana maupun perdata.

"Akan tetapi jika jika surat jual beli antara bapak Bupati Lebong (sebagai pembeli) dengan klien kami (sebagai penjual) dan surat pernyataan Pernyataan nomor 032/176/B.7/II/2019 yang ditandatangani langsung oleh Bupati Lebong Berinisial R tidak dibatalkan oleh pemerintah Kabupaten lebong   maka klien kami mohon agar pemerintah daerah kebupaten Lebong memenuhi kewajiban sebagai pembeli," tuturnya.

Terpisah, Kadis Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (Perkim) Kabupaten Lebong, Yulizar saat dikonfirmasi menjelaskan, pembatalan pembebasan lahan itu lantaran rekomendasi Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) lebih rendah dari harga yang dipatok penjual.

"Dulu kita mau bebaskan. Tapi, tidak sepakat karena harga yang ditetapkan KJPP rendah. Dia (penjual) minta Rp 200 juta. Sedangkan, rekomendasi KJPP sekitar Rp 26 juta. Tapi, dia (penjual) minta harga Rp 200 juta," terangnya.

Dia mengaku, pembebasan lahan itu seyogianya dilakukan tahun 2019 lalu. Akan tetapi, karena tidak terciptanya kesepakatan maka lahan tersebut batal dibebaskan.

"Barang tidak jadi semua. BWS tidak jadi bangun, kita juga tidak sepakat. Seharusnya dibangun tahun 2019 lalu. Tapi batal semua karena tidak ada yang sepakat," terangnya.

Dia menuturkan, pihaknya hanya sebatas menindaklanjuti permintaan pembebesan lahan apabila ada bangunan baru. Sebaliknya, apabila tidak ada kesepakatan maka pembebasan lahan tidak bisa dilakukan.

"Kalau Perkim hanya membebaskan. Ada tidak permintaan lagi untuk membangun IPA. Kalau tidak ada percuma juga kita bebaskan, (tahun ini) tidak ada," demikian Yulizar. [tmc]