Dampak ‘Ogah’ Koordinasi dan Kolaborasi Bengkulu, SM- Longsor Bukit Tapak Paderi, di Ujung Karang Kota Bengkulu pada Rabu (17/6) hingga kini sudah dua bulan lebih belum juga dibangun. Situs bersejarah peninggalan Kolonial Belanda Tahun 1905 kian tak diperdulikan.
- Ingat! Bercanda Soal Bom Bisa Penjara Delapan Tahun
- Tarif Parkir Kota Bengkulu Bakal Naik
- Resmikan Sarana Prasarana UPT Pemasyarakatan, Kakanwil Dorong Optimalisasi Kinerja Organisasi
Baca Juga
Terrnyata pembiaran kerusakan situs The Orange Bank, bangunan tugu mirip mahkota untuk memperingati HUT ke-25 Yang Mulia Ratu Wilhelmina, Ratu Belanda kala itu, akibat pemerintah Provinsi Bengkulu dan Pemerintah Kota Bengkulu saling tolak dalam kewenangan kepemilikan dan pengelolahan bukit bersejarah itu.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Mulyani Toha saat dikonfirmasi apakah ada rencana pihak provinsi akan membangun areal longsor Bukit Tapak Paderi? Tebing Bukit Tapak Paderi itu merupakan kewenangan Pemerintah Kota Bengkulu. Coba koordinasikan dengan pihak kota.
Saat dikoordinasikan dengan pihak kota, Wakil Walikota Bengkulu, Dedi Wahyudi singkat menegaskan kalau longsor di Bukit Tapak Paderi itu kewenangan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Sikap saling tolak itu tentunya membuat kebingungan dan mengancam keberadaan bukit dan situs bersejarah yang ada. Meskipun Bukit Papak Paderi kini keberadaannya tinggal separuh, pasca di papas untuk pembangunan jalan era Gubernur Bengkulu Hasan Zein sekira 19 tahun lalu.
Melihat tidak adanya koordinasi dan ‘ogah’ berkolaborasi antara Pemerintah Provinsi Bengkulu dengan Pemerintah Kota, tokoh masyarakat Bengkulu yang tinggal di Jakarta, Benny Suharto menyayangkan jika tidak tercipta koordinasi dan kolaborasi antar pemerintah provinsi dan kota.
“Terlepas itu menyangkut otonomi daerah, tapi saya rasa untuk Provinsi Bengkulu dari Kabupaten Muko-Muko hingga Kaur, berbagai pihak harus punya tanggungjawab. Khusus soal Tapak Paderi yang tebingnya mengalami longsor, kini terkendala soal itu kewenangan kepemilikan apakah areal Pemprov atau Pemkot Bengkulu, ini tentunya menyedihkan”, ujar Benny Suharto yang kini politisi dan Bendahara Umum DPP Partai Ummat saat dihubungi via Hp selularnya.
Benny Suharto berharap berbagai pihak, jangan sampai mempolitisir perbedaan kewenangan ini. Dorong pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten agar tetap dalam koordinasi dan berkoolaborasi membangun, mengentaskan keterpurukan yang ada. Apalagi kini pademi belum juga berakhir.
“Seperti yang saya katakan beberapa waktu lalu, hal-hal yang krusial seperti pengelolaan situs sejarah dan budaya yang ada, perlu dipublish hingga masyakat luar tahu. Karena ini untuk daerah. Jangan soal keburukan seperti kasus ijazah diributkan dan malu kita”, ungkap Benny sembari tertawa. [JMSI]
- Dampak Pandemi, KPKNL Sebut Lelang Kendaraan Dinas Lebih Dominan
- Polemik Donasi Rp 2 Triliun, Anak Bungsu Akidi Tio Jalani Pemeriksaan Kejiwaan
- Tahun Baru Islam Tetap 1 Muharram, Liburnya Digeser 11 Agustus