Material Diperiksa Polisi, Dirut Mengaku Baru Tahu

RMOLBengkulu. Aparat Kepolisian Polsek Lebong Tengah Polres Lebong terus mendalami kasus dugaan penggunaan material ilegal di wilayah hukumnya, tepatnya di RSUD Kabupaten Lebong. Sementara, Plt Dirut RSUD Lebong, dr Ari Afriawan, mengaku baru mengetahui permasalahan tersebut usai membaca informasi dari media online.


RMOLBengkulu. Aparat Kepolisian Polsek Lebong Tengah Polres Lebong terus mendalami kasus dugaan penggunaan material ilegal di wilayah hukumnya, tepatnya di RSUD Kabupaten Lebong. Sementara, Plt Dirut RSUD Lebong, dr Ari Afriawan, mengaku baru mengetahui permasalahan tersebut usai membaca informasi dari media online.

"Kami tidak tahu sebelumnya. Baru tahu setelah muncul di media online," ujar Ari kepada RMOLBengkulu, Rabu (12/9) siang.

Menurutnya, pemeriksaan aparat kepolisian terhadap dugaan penggunaan material ilegal tersebut tidak ada hubungannya dengan RSUD Lebong. "Masalah ini tidak ada kaitannya dengan pihak RSUD," sambung Ari.

Selain itu, ia meyakini pihak Polsek Lebong tengah akan menyelesaikan dengan tuntas permasalahan ini. "Biarkan pihak terkait yang menyelesaikan masalah ini. Harapan kami apa yang dibangun sesuai dengan standar keselamatan," demikian Ari.

Sementara itu, pihak Polsek Lebong Tengah saat ini memberikan ruang klarifikasi atas adanya dugaan penggunaan material ilegal pada dua paket pembangunan di RSUD Lebong.

"Kita panggil kontraktornya untuk membuktikan bahwa mereka membeli dan menggunakan material dari galian C resmi sesuai dengan aturan yang ada," ujar Kapolres Lebong AKBP Andree Ghama Putra melalui Kapolsek Lebong Tengah Iptu Edi Suprianto kepada RMOLBengkulu.

Sebelumnya, jika terbukti melanggar Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba), serta Peratuan Pemerintah nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Minerba, UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi.

Lebih jauh, berdasarkan UU nomor 4 Tahun 2009 dalam Pasal 161 itu sudah diatur bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung atau pembeli, pengangkutan, pengolahan, dan lain lain. Bagi yang melanggar, maka pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

"Sudah dijadwalkan hari ini (Kemarin,red) kita dengarkan keterangan dari CV Putra Rejang Jaya dan besok (Hari ini,red) giliran CV Rezky Jaya. Intinya silakan mereka menjelaskan sedetail-detailnya," demikian Edi. [ogi]