Kondisi Garuda Indonesia Makin Memprihatinkan

RMOL. Kondisi maskapai kebanggaaan nasional, Garuda Indonesia kondisinya memprihatinkan. Perusahaan pelat merah tersebut alami kerugian. Tak hanya itu, dari sisi pelayanan, mengalami penurunan.


RMOL. Kondisi maskapai kebanggaaan nasional, Garuda Indonesia kondisinya memprihatinkan. Perusahaan pelat merah tersebut alami kerugian. Tak hanya itu, dari sisi pelayanan, mengalami penurunan.

Internal PT Garuda Indonesia (Persero) sepertinya se­dang alami prahara. Kemarin, Serikat Pekerja Garuda dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) menggelar konfrensi pers membeberkan dapur perusahaan yang bisa dikatakan, kondisinya cukup memprihatinkan. Entah bermaksud merespons kegia­tan tersebut atau tidak, direksi Garuda juga menggelar kegiatan yang sama di tempat berbeda.

Serikat Pekerja menggelar jumpa pers di restoran Bumbu Desa, Jakarta. Mereka menuntut manajemen Garuda dievaluasi. Mereka menilai Garuda salah kelola.

"Kami meminta Presiden dan Menteri BUMN untuk mengevaluasi Direksi saat ini dan melaku­kan pergantian direksi dengan mengutamakan direksi yang profesional yang berasal dari in­ternal PTGaruda Indonesia," ujar Ketua Umum Serikat Karyawan Garuda, Ahmad Irfan.

Dia menuturkan, kondisi Garuda saat ini sangat parah. Dia menyebutkan ada 6 persoalan di Garuda yang kudu segera dibe­nahi. Pertama, program efisiensi. Menurutnya, efisiensi yang dilakukan manajemen sangat sporadis. Efisiensi menyentuh biaya layanan. Seharusnya hal itu dilakukan hati-hati. Karena, Garuda penerbangan dengan layanan bintang 5.

"Kalau anda pergi ke daerah setiap eksekutif class ada layanan food bagasinya, sekarang cuma ada di dua kota. Pengurangan service terjadi, kita bintang lima tapi service diturunin. Jadi tolong hak pengguna jasa jangan dikurangi. Juga faktor safety," ungkapnya.

Kedua, pemborosan biaya organisasi. Saat ini jumlah direksi 9 orang dari sebelumnya hanya 6 orang. Menurutnya, Pe­nambahan direksi tidak sejalan dengan komitmen perusahaan dalam melakukan efisiensi dan tidak diikuti dengan pening­katan kinerja dibandingkan sebelumnya.

"Di banyak perusahaan maskapai dunia. Di dalam itu yang pokok ada direktur utama, direk­tur teknik, operasi, komersial, keuangan dan pesonalia. Garuda sudah rugi nambah direksi pula. Ini sangat kurang tepat," ce­tusnya.

Ketiga, penambahan armada tidak diikuti oleh kemampuan manajemen untuk membuat strategi penjualan produk penumpang dan cargo, Irfan menyebutkan peningkatan penda­patan hanya sebesar 8,6 persen sementara peningkatan biaya sebesar 12,6 persen.

Keempat, kinerja keuangan Garuda Indonesia sampai dengan kuartal III-2017 semakin mero­sot. Garuda mengalami kerugian sebesar 207,5 juta dolar AS. Bah­kan nilai saham emiten berkode GIAA per 19 Januari 2018 ini juga anjlok hanya Rp 314 per lembar atau turun 58 persen.

Kelima, terjadi penurunan kinerja operasional Garuda Indonesia yang berdampak pada penundaan dan pembatalan penerbangan. Puncaknya terjadi masa liburan lalu.

Dan, keenam, adalah kon­disi hubungan industrial yang saat ini tidak harmonis karena perusahaan banyak melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama atau perjan­jian kerja profesi yang sudah disepakati sehingga banyak konflik.

Sementara itu, direksi Garuda menggelar jumpa pers di Restoran Manggar, Jakarta. Hadir dalam acara ini antara lain, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Helmi Imam Satriyono didampingi Direktur Operasi Triyanto Moeharsono. Mereka melaporkan kinerja Garuda selama 2017.

Helmi menyebutkan tahun 2017 hingga kuartal III, Garuda mencatatkan pendapatan 3,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Laporan keuangan kuar­tal IV-2017 tidak dimasukan karena belum selesai diaudit. Sebelumnya, Garuda mem­prediksi mengantongi pendapa­tan hingga 4 miliar dolar AS di akhir 2017.

"Secara perhitungan kasar pe­rusahaan masih merugi. Hingga kuartal II-2017 Garuda Indo­nesia masih mencatatkan rugi hingga 221,9 juta dolar AS atau setara Rp 3 triliun. Kerugian ini meningkat 408,7 persen dibandingkan kerugian pada periode yang sama tahun 2016 sebesar 43,6 juta dolar AS," ungkap Helmi dikutip Harian Rakyat Merdeka, Rabu (24/1/2018).

Dia menuturkan, peningkatan kerugian antara lain karena Garuda harus menanggung non recurring expense yang dikomposisi dari pembayaran tax amnesty sebesar 137 juta dolar AS. Selain itu, perseroan harus membayar denda atas kasus persaingan bisnis kargo dengan Australia sebesar 8 juta dolar AS. [nat]