Hati-Hati, Pilkada Serentak Ditunggangi Pebisnis Kotor

Masyarakat diingatkan dalam mengikuti dan memiliki para calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada serentak nanti. Soalnya, para pemain dan prosesnya diduga banyak ditunggangi para pebisnis kotor demi mengamankan dan menye­lamatkan bisnisnya, meski den­gan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.


Masyarakat diingatkan dalam mengikuti dan memiliki para calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada serentak nanti. Soalnya, para pemain dan prosesnya diduga banyak ditunggangi para pebisnis kotor demi mengamankan dan menye­lamatkan bisnisnya, meski den­gan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.

Hal ini diingatkan Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar. Terutama, di daerah-daerah yang sangat potensial terjadi perebu­tan lahan bisnis, kewaspadaan dan kehati-hatian perlu diting­katkan, agar tidak terjebak pada kepentingan kotor para pebisnis hitam itu.

"Banyak Pilgub hanya diman­faatkan untuk merebut kuasa dan jabatan bagi segelintir elit dan politisi. Bahkan ada ke­cenderungan ditunggangi para pemodal dan pebisnis kotor yang bermain di balik setiap kandi­dat yang berkontestasi, demi melanggengkan bisnisnya," tuturnya. dikutip Kantor Berita Poliitk RMOL.

Melky mencontohkan, un­tuk Pilgub di Nusa Tenggara Timur (NTT), sangat kental tunggangan para pebisnis ke­pada para kandidat yang ber­tarung. Menurut dia, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT pada Pilkada Serentak 2018 ini tidak akan menyele­saikan permasalahan dan krisis rakyat.

Hal ini cukup beralasan, meng­ingat Provinsi NTT hingga saat ini terus dikepung oleh berbagai investasi berbasis lahan skala besar, seperti pertambangan dan perkebunan. Dalam konteks pertambangan, lanjut Melky, misalnya, masih terdapat 309 izin tambang yang menyebar di 17 kabupaten di NTT.

"Kehadiran pertambangan ini merampas lahan dan merusak hutan, mencemari air dan pe­sisir pantai, bahkan tak sedikit warga dikriminalisasi hingga berujung di penjara hanya karena membela tanah dan airnya," jelasnya.

Selain pertambangan, lan­jut Melky, Provinsi NTT juga dikepung investasi perkebunan skala besar, seperti yang terjadi di Sumba Timur dan Ngada.

Hal senada diingatkan aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Timur (Walhi NTT) Petrus Ngangu. Selain di Sumba Timur, investasi perkebunan lainnya hadir di Kabupaten Ngada.

Dia melihat, di balik kontesta­si Pilgub NTT, para pebisnis ini diduga kuat ikut bermain melalui praktik ijon politik, demi menda­patkan jaminan kenyamanan dan keberlangsungan investasi mereka di daerah.

Salah satu pendekatan yang sudah menjadi pengetahuan umum, papar Petrus, adalah dengan menunggangi dan men­gendalikan para kandidat mela­lui pembiayaan pencalonan dan kampanye sebagai bagian dari praktik ijon politik.

"Maka investasi berbasis lahan skala besar seperti pertamban­gan, perkebunan, dan sejenisnya adalah bentuk hubungan saling menguntungkan, antara pelaku bisnis dan politisi, mengingat tidak sedikit modal finansial un­tuk berkontestasi dalam Pilgub,"  tuturnya. [ogi]