Harga Beras Belum Jinak

Klaim pemerintah harga be­ras pada bulan lalu mengalami penurunan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Sebaliknya, kebutuhan pokok masyarakat tersebut malah mengalami ke­naikan.


 Klaim pemerintah harga be­ras pada bulan lalu mengalami penurunan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Sebaliknya, kebutuhan pokok masyarakat tersebut malah mengalami ke­naikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga semua jenis beras, premium, medium, dan rendah mengalami kenaikan di tingkat penggilingan pada Feb­ruari 2018. Kenaikan tertinggi terjadi pada beras dengan kuali­tas rendah. Namun demikian, kenaikan tersebut dinilai masih tergolong baik.

"Cuaca selama bulan lalu tak menentu. Meski ada kenaikan, tapi ini masih bagus," ungkap Kepala BPS Kecuk Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, kemarin.

Harga beras kualitas premium di penggilingan selama bulan lalu naik 0,31 persen menjadi Rp 10.382 per kilogram (kg), dari bulan sebelumnya Rp 10.350 per kg. Beras kualitas medium naik 0,37 persen menjadi Rp 10.215 per kg dari bulan sebelumnya Rp 10.177 per kg. Sedangkan untuk kualitas rendah naik 1,99 persen menjadi Rp 9.987 per kg dari Januari yang sebesar Rp 9.793 per kg.

Sementara itu untuk harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun 3,84 persen menjadi Rp 5.207 per kg. Be­gitu juga di tingkat penggilingan yang turun 3,70 persen menjadi Rp 5.305 per kg. Kemudian, untuk harga gabah kering gil­ing (GKG) di petani sebesar Rp 5.961 per kg atau turun 0,68 persen. Sementara di tingkat penggilingan sebesar Rp 6.094 per kg atau turun 0,08 persen. Penurunan juga terjadi pada gabah kualitas rendah di tingkat petani Rp 4.756 per kg atau turun 3,39 persen, sementara di tingkat penggilingan Rp 4.843 per kg atau turun 3,34 persen.

"Karena harga beras di peng­gilingan naik, beras grosir naik 1,13 persen, dan beras eceran naik 1,14 persen," jelas Kecuk.

Kecuk mengatakan, kenaikan harga beras ikut menyumbang inflasi. Dia menyebutkan in­flasi Februari 2018 sebesar 0,17 persen. Menurutnya, laju inflasi itu masih terkendali.

"Inflasi ini lebih bagus diband­ing Februari tahun lalu sebesar 0,23 persen, tapi lebih tinggi dibanding realisasi deflasi 0,09 persen di Februari 2016," ung­kapnya.

Kecuk memaparkan, kenaikan harga pada kelompok bahan makanan tercatat sebesar 0,13 persen dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,01 persen. Penyebabnya kenaikan beras dan bawang putih mem­berikan andil 0,04 persen.

Kenaikan harga pada kelom­pok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,43 persen dengan andil kepada inflasi 0,07 persen. Kenaikan tertinggi dialami minuman tidak beralkohol.

Dari kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan ba­kar, kenaikan mencapai 0,22 persen dengan andil inflasi 0,05 persen. Pengerek inflasi di kel­ompok tersebut, antara lain tarif sewa rumah, upah tukang bukan mandor, dan upah pembantu rumah tangga masing-masing 0,01 persen. Kelompok sandang memberikan inflasi 0,35 persen dengan andil 0,02 persen. Di­dominasi kenaikan harga emas perhiasan di Indonesia dengan menyumbang andil inflasi kar­ena mengikuti perkembangan harga emas di dunia. Inflasi dari kelompok kesehatan 0,26 persen dengan andil 0,01 persen. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga dengan inflasi 0,07 persen. Sementara pada kelom­pok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan didominasi inflasi dari kenaikan harga BBM Pertamax dan Pertamax Turbo.

Harga Turun Sedikit

Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, harga beras sudah mulai turun pada akhir bulan Februari.

Data food station.co.id, harga beras IR-64 Isetara beras me­dium turun Rp 150 dari posisi Rp 11.675 per kg pada 23 Februari 2018 menjadi Rp 11.525 per kg pada 28 Februari 2018.

Harga beras IR-64 II susut Rp 325 dari Rp 10.725 menjadi Rp 10.400 per kg pada 28 Februari 2018. Dibandingkan 1 Desem­ber 2017, harga beras IR-64 di posisi Rp 10.700 per kg. "Harga beras sudah cenderung turun, tetapi masih tinggi," ujarnya.

Arief mengatakan, harga beras masih tinggi karena harga gabah masih tinggi. Selain itu, Perum Bulog tidak mengeluarkan beras impor karena komoditas terse­but hanya untuk meningkatkan cadangan.

Faktor lain, lanjut Arief, panen raya belum merata sehingga belum memberikan pengaruh besar terhadap pasokan.

Da menyebutkan saat ini kon­disi pasokan beras sudah naik mencapai 30.903 ton pada 27 Februari. Stok beras tersebut naik 858 ton dari posisi 26 Februari di posisi 30.045 ton. Meski demikian, kondisi paso­kan beras tersebut masih jauh dari posisi 27 Februari 2016 di 52.963 ton. "Kondisi pasokan beras sebaiknya di atas 30 ribu ton," harapnya seperti diberitakan Harian Rakyat Merdeka.

Arief menambahkan harga beras akan kembali stabil bila stok Bulog kuat. Caranya bisa dengan ambil panen lokal dan impor. Dengan beras itu Bulog bisa melakukan operasi pasar bila terjadi kenaikan. [nat]