Anggaran Daerah Nyaris Habis Buat Belanja Birokrasi

RMOLBengkulu. Rancangan pengelolaan anggaran pusat dan daerah bikin ngenes. Alokasi anggaran untuk belanja pegawai birokrasi masih mendominasi.


RMOLBengkulu. Rancangan pengelolaan anggaran pusat dan daerah bikin ngenes. Alokasi anggaran untuk belanja pegawai birokrasi masih mendominasi.

"Ada pemborosan dari sisi belanja pemerintah pusat dan daerah. Bahkan di daerah, kami melihat 80 sampai 90 persen bukan untuk mendukung pem­bangunan, tetapi habis untuk anggaran rutin," papar Ekonom senior Institute for Develop­ment of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini di Jakarta, seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (30/8).

Dalam rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019, alokasi belanja dipatok Rp 2.439,7 triliun. Kom­posisinya, Rp 359,3 triliun be­rasal dari ngutang. Dari alokasi itu, anggaran belanja pegawai ditetapkan mencapai Rp 368,6 triliun atau naik sekitar Rp 26,1 triliun dibandingkan 2018.

Didik mencontohkan minimnya anggaran pendidikan dalam RAPBN2019 sebagai kurangnya keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat. Disebutkan­nya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya menda­patkan anggaran sebesar Rp 46 triliun dari yang direncanakan sebesar Rp 487 triliun.

Didik juga mengkritik pertum­buhan utang luar negeri yang terus membesar. Menurutnya, kendati utang itu akan dapat di roll over ke tahun-tahun berikut­nya, tapi hal itu tetap saja akan membuat tingkat beban pemba­yaran kewajiban utang menjadi tinggi. Konsekuensinya, dapat menggerus kemampuan ruang fiskal pemerintah ditengah penu­runan angka tax ratio.

"Utang luar negeri pemerintah semakin tidak efektif mem­bangun produktivitas nasional. Dilihat dari rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang semakin membesar," tuturnya.

Sementara itu, Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Mulyadi Wijaya melihat struk­tur RAPBN2019 sulit dibantah tidak mengandung political budget cycle.

"Siklus politik anggaran je­lang Pemilihan Presiden (Pil­pres) kentara ya. Itu tujuan­nya untuk memperoleh simpati masyarakat," katanya.

Mulyadi memaparkan, anggaran pelayanan umum di tahun 2019 mencapai Rp 53,1 triliun. Jumlha itu naik dari tahun 2018 yang hanya Rp 49,8 triliun. Kemudian, anggaran sek­tor ekonomi naik dari Rp 355,1 triliun menjadi Rp 389,3 triliun. Anggaran perumahan dan fasili­tas umum naik dari Rp 29 triliun menjadi Rp 33 triliun.

"Anehnya anggaran keseha­tan turun, harusnya kan naik. Padahal BPJS masih defisit," tuturnya.

Dari sektor perpajakan, Mulyadi menerangkan pemer­intah memberikan insentif pajak. Padahal, risikonya bisa mengu­rangi pendapatan.

Mulyadi mencontohkan seperti penurunan pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Kemudian terdapat tax holiday hingga 100 persen yang tertuang dalam Permenkeu nomor 35/2018 bagi investor. [nat]