Tanggisan Orangtua Korban Menanti Senyuman Anaknya Kembali

RMOL. Salah satu korban dari 4 korban yang belum ditemukan bernama Edio Tris Rajo Bito, atau sering di sapa Bito belum ditemukan oleh pihak aparat. Memasuki hari kedua, proses evakuasi pencarian korban yang hilang menuai duka bagi kedua orangtua Bito, Sopian Rodi (50) dan Ermawati (48), Jumat (29/4/2016).


RMOL. Salah satu korban dari 4 korban yang belum ditemukan bernama Edio Tris Rajo Bito, atau sering di sapa Bito belum ditemukan oleh pihak aparat. Memasuki hari kedua, proses evakuasi pencarian korban yang hilang menuai duka bagi kedua orangtua Bito, Sopian Rodi (50) dan Ermawati (48), Jumat (29/4/2016).

Menurut keterangan Sopian Rodi (Orang Tua Bito), bahwa awal mula anaknya pamit sekitar jam 18.00 WIB, Rabu (27/04/2016) untuk menuju ke lokasi PT.PGE untuk shif kerja piket malam, ironisnya sebelum berangkat kerja, Bito dalam keadaan riang dan bahagia dengan kedua orangtuanya sebelumnya hendak beranjak ke lokasi kejadian.

Anak ke 3 dari bapak Rodi dan Ermawati ini dikenal sangat sayang dengan orang tuanya. Bahkan, setibanya di lokasi berdasarkan informasi dari rekan kerjanya, Bito sempat membayar hutang ke warung langganannya yang terdapat di lokasi longsor, padahal sebelumnya sempat di tolak oleh pemilik warung.

“Sekitar jam 6 sore sebelum kejadian (27/4/2016), Bito pamit untuk piket malam ke PT. PGE hulu Lais dan saat itu sebelum berangkat Bito sangat riang dan bahagia. Bahkan, sebelum dikabarkan hilang dia maksa ingin bayar hutang, padahal hutangnya hanya Rp. 10.000,-, tapi kata temannya dia tetap ingin membayar hutangnya tersebut, lantaran ia merasa tidak ingin meninggalkan hutang,” ucap Orangtua Binto yang masih menanti senyuman anaknya kembali.

Ditambah Rodi, dirinya berharap dalam waktu dekat anaknya ditemukan oleh pihak aparat, termasuk PT. PGE yang harus bertanggungjawab terhadap insiden ini. Ia menuturkan, bahwa pihak PT. PGE lalai terhadap para pekerjanya yang sedang bekerja disana, apalagi kejadian longsor yang menimpa anaknya tersebut sekitar pukul 04.30 WIB (28/4/2016).

“PGE lama melakukan evakuasi, padahal Bito sempat menghubungi rekan kerjanya Agung tidak lama dari kejadian itu, sekitar jam 8 pagi. Tentu, pihak PT. PGE harus bertanggungjawab atas insiden ini,” jelas Rodi.

Sementara itu, lanjut Rodi, pihak PT. PGE seharusnya menormalisasi air yang ada di Bukit Belerang tersebut, apalagi sebelum air belerang itu meluap masuk ke Cluster A tempat anaknya berjaga, air Belerang yang meluap akibat hujan tersebut mengalir ke Air Kotok, yakni berbalik arus dari lokasi longsor tersebut.

“Air di atas bukit itu sebelumnya mengalir ke air kotok, seharusnya ada normalisasi atau antisipasi dari PGE sebelum air itu meluap karena hujan, apalagi dibawah itu ada pekerjanya yang sedang bertugas. Jelas ini kelalaian, yang membuat air belerang tersebut masuk ke tempat camp tempat anaknya bekerja,” jelas Rodi.

Terpisah, Humas PT. PGE Hulu Lais Lukman, H.S mengatakan, peringatan dini akan bahaya bencana dilokasi pengeboran panas bumi tersebut sudah terpasang alat Sistem Peringatan Dini (Early Warning System), akan tetapi karena bencana tersebut datangnya sangat cepat maka pekerja dan warga yang ada disekitar lokasi tidak sempat menyelamatkan diri.

"Kita sudah ada alat EWRS, yang sudah kita pasang dibagian atas lokasi pengeboran. Kalau untuk EWRS ini merupakan standar wajib, dalam kejadian mendadak ini para pekerja tidak sempat menyelamatkan diri. Aliran air di atas sangat cepat, buktinya aja terbelah, Bukit ini jebol dan sekarang bukit tersebut nyaris rata dengan lokasi kita," Sambung Lukman.

Disisi lain, ketika di wawancarai mengenai bantuan untuk para korban duka, Lukman mengatakan, bahwa pihaknya juga merupakan korban longsor untuk bencana alam ini, sementara ia masih menunggu keputusan direksi untuk soal bentuk bantuan yang akan diberikan, namun ia memastikan bahwa pihak PT. PGE akan konsisten untuk membantu para korban akibat bencana ini, terkhususnya karyawan PT. PGE itu sendiri.

“Kita juga ikut korban, kita sudah ada standar kerja. Untuk pekerja dan masyarakat yang jadi korban, tentu kita akan tetap tanggung jawab, namun masih menunggu keputusan direksi dalam bentuk apa yang akan kita berikan,” demikian Lukman. [CW9]