Pimpinan Baru MPR Dan DPR Bisa Dilantik Setelah 27 Maret

UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tetap akan berlaku meski Presiden Joko Widodo tidak membubuhkan tanda tangan atas UU yang disahkan DPR 12 Februari lalu itu.


 UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tetap akan berlaku meski Presiden Joko Widodo tidak membubuhkan tanda tangan atas UU yang disahkan DPR 12 Februari lalu itu.

Ketua DPR Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa hasil revisi UU MD3 akan tetap berlaku tanpa tanda tangan Jokowi. Namun pemberlakuan itu harus menunggu selama 30 hari kerja.

Dengan kata lain, salah satu isi revisi tentang penambahan jumlah pimpinan MPR sebanyak tiga dan pimpinan DPR satu bisa dilaksanakan.

Enggak ada masalah (dengan pelantikan pimpinan baru). Kita menunggu 30 hari. Kalau memang Presiden belum tanda tangan, kita menunggu sampai 30 hari," kata politisi yang akrab disapa Bamsoet ini di sela nonton bareng film Benyamin Biang Kerok” bersama Ikatan Istri Partai Golkar (IIPG) di Plaza Senayan, Jakarta, Jumat (2/3) malam, dilansir Kantor Berita Politik RMOL.

Jika dihitung dengan menggunakan kalender kerja, 30 hari sejak 12 Februari 2018 adalah 27 Maret 2018. Dengan begitu, sebelum 27 Maret, pelantikan pimpinan baru MPR dan DPR belum bisa dilaksanakan.

Terkait dengan keengganan Jokowi menandatangani hasil revisi itu, Bamsoet menyatakan tidak masalah. Sebab, hal tersebut adalah hak Jokowi sebagai Presiden. Dia pun menyerahkan sepenuhnya ke Jokowi mengenai sikap yang bakal diambil dari hasil revisi itu.

DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden. Karena bagi kami, keputusan UU MD3 merupakan keputusan bersama antara Pemerintah dan DPR. Jadi, kalau ada pihak yang masih tidak setuju, kami persilakan yang ingin melakukan judicial review salurkan di MK (Mahkamah Konstitusi),” tuturnya.

Bamsoet memastikan tidak keberatan dengan langkah beberapa pihak yang mengajukan gugatan uji materi UU MD3 ke MK. Dia justru senang dengan gugatan itu. Baginya, gugatan itu menunjukkan bahwa publik sudah semakin dewasa dalam menyikapi sebuah aturan yang dianggap tidak sejalan dengan pikiran mereka.

Sejauh ini, dikabarkan sudah ada lima pihak yang mengajukan gugatan terhadap UU MD3 ke MK. Dua di antaranya adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Yang digugat adalah pasal 73 ayat (3) dan (4) tentang mekanisme pemanggilan paksa setiap orang yang mangkir dari pemanggilan DPR, pasal 122 mengenai langkah hukum terhadap pihak yang dianggap menghina kehormatan anggota dan kelembagaan DPR, dan pasal 245 ihwal hak imunitas anggota DPR. [nat]