RMOLBengkulu. Mulai tahun ini pemberi hadiah atau pun gratifikasi kepada penyelenggara negara akan diÂjerat hukum pidana oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
- Geledah PT SMS, KPK Amankan Dokumen dan Alat Elektronik
- Posting Meme Diduga Hina Presiden Jokowi, ASN Bengkulu Utara Diciduk Polisi
- Polisi Siaga Jaga Objek Vital Di Lebong
Baca Juga
RMOLBengkulu. Mulai tahun ini pemberi hadiah atau pun gratifikasi kepada penyelenggara negara akan diÂjerat hukum pidana oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Direktur Gratifikasi KPK Syarif Hidayat mengatakan, pemberi gratifikasi bisa dijerat dan ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Sementara bagi penyelenggara negara yang menikmati, akan dijadikan tersangka penerima suap.
"Kalau selama ini yang kami kejar klarifikasi adalah penerima gratifikasi, mulai tahun ini KPK akan melakukan klarifikasi terhÂadap pemberinya," kata Syarif.
Syarif menjelaskan, pihaknya selama ini hanya melakukan pemanggilan terhadap penerima gratifikasi untuk menjelaskan maksud dari pemberian tersebut. Namun, sekarang pihaknya akan melakukan klarifikasi kepada pihak pemberi. Di antaranya mengetahui motif pemberian gratiÂfikasi, termasuk sumber dana atau barang yang diberikan.
Menurut Syarif, jika uang yang digunakan untuk memberi gratiÂfikasi berasal dari kantong negara, maka akan dianggap sebagai benÂtuk lain dari usaha penyuapan. Saat ini, Surat Keputusan (SK) pimpinan, menurut Syarif sudah dikeluarkan dan mulai digunakan untuk menangkap pihak pemberi gratifikasi.
"SK (surat keputusan) kita katakan bahwa barang uang itu milik negara. Maka ketika di keÂluarkan SK, yang terjadi adalah pemberian itu oleh KPK diangÂgap sebagai gratifikasi, yang diÂanggap suap. Ketika pemberian itu oleh KPK dianggap suap. Maka si pemberinya harusnya kita konotasikan sebagai pemÂberi suap," tutur Syarif.
Meski sudah mendapat lampu hijau, Syarif menyebut tidak semua pemberian gratifikasi akan diusut. Dia mengatakan akan memulai pengusutan dari nilai barang atau gratifikasi yang besar.
Menurutnya, skema pengusuÂtan dari mulai nominal beÂsar itu menjadi pertimbangan tersendiri. Lantaran Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki lembaga antirasuah ini punya keterbatasan.
"Tidak terbatas (nominal), tapi karena mungkin keterbatasan orang di kami. Sebagai info di tahun 2018, pelaporan gratifikasi itu mencapai 2.300 laporan, yang bisa kami tindak lanjuti itu sangat sedikit ya. Kalau ditÂanya berapa nilainya, kami akan pilih yang nilainya material," pungkasnya
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga sempat menyinggung soal pemÂberian gratifikasi seks kepada penyelenggara negara bisa diÂjerat pidana. Menurut dia di beberapa negara berkembang lain, gratifikasi seks masuk daÂlam kategori gratifikasi.
"Saya pikir itu kan bentuk hadiah juga, yang membiayai orang lain," ujar Alexander.
Alexander menyebut pemÂberi gratifikasi mengeluarkan uang untuk membiayai layanan seks bagi penerima gratifikasi. Apalagi jika dibalik pemberian itu ada maksud tertentu yang meminta imbalan.
"Mestinya itu bisa dijerat seÂbagai gratifikasi, apalagi kalau dalam pemberian itu ada sesuatu yang diberikan oleh penerima gratifikasi itu, misalnya dengan menyalahgunakan wewenang, pemberian izin, dan seterusnya," imbuhnya. dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]
- Mantan Bupati Kepahiang Dua Periode Tersangka Korupsi Pengadaan Lahan
- P21 Selebgram Vulgar, Milen: Mintak Maaf dan Tidak Mengulangi Perbuatannya
- KPK Periksa Lima Saksi Kasus Pembangunan Menara Telekomunikasi Di Mojokerto