Kritik Hingga Penolakan Iringi Gebrakan Lima Hari Kerja Sekda

RMOLBengkulu. Sejumlah pejabat maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Lebong, sepertinya mulai geram dengan gebrakan Sekda Lebong, Mustarani belakangan ini.


RMOLBengkulu. Sejumlah pejabat maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Lebong, sepertinya mulai geram dengan gebrakan Sekda Lebong, Mustarani belakangan ini.

Puncaknya, mereka meminta untuk membatalkan penerapan pola lima hari kerja di lingkungan Pemkab Lebong.

Seperti yang diungkapkan salah satu ASN yang enggan disebutkan namanya mengatakan, banyak ASN merasa keberatan dengan penerapan pola lima hari kerja tersebut.

Bukan tanpa alasan, penolakan itu lantaran tidak disertai dengan anggaran penunjang makan minum para ASN dalam pola lima hari kerja.

"Sekaligus dikhawatirkan akan berdampak pada peputaran perekonomian masyarakat di daerah, lantaran sepinya jam kerja," ujar dia, Sabtu (7/3) kemarin.

Penerapan lima hari kerja ini sempat dicanangkan  namun gagal lantaran tidak dievaluasi. Indikasi awal, menurutnya ada pihak-pihak yang diuntungkan agar bisa pulang kampung atau keluar daerah.

"Saya banyak menanyakan kepada teman-teman yang notabenenya berdomisili di Lebong banyak yang tidak setuju lima hari kerja," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Bupati (Wabup) Lebong, Wawan Fernandez angkat bicara. Sedianya, efektif atau tidaknya penerapan lima hari kerja bisa dinilai dari kinerja OPD dalam mencapai 16 program unggulan selama ini.

"Enam hari kerja saja dirasa masih kurang, apalagi dikurangi satu hari," bebernya.

Masih kata Wawan, pemberlakuan lima hari kerja ataupun kerja dari rumah bukan menjadi persoalan yang serius untuk dibahas secara berkelanjutan. Baginya, paling penting adalah mewujudkan 16 program unggulan.

Pemberlakuan program 5 hari kerja ten­tu memiliki plus dan minus hinga me­nuai pro kontra. Bagi yang pro tentu akan me­lihat plusnya. Mereka mengatakan de­ngan hanya lima hari kerja, ASN lebih banyak memiliki waktu luang un­tuk berkumpul bersama keluarga di akhir pekan.

"Ini ada indikasi akal-akalan untuk bisa keluar dari Lebong pada hari Jum'at dan pulang pada hari pagi Senen. Kebijakan ini akan menjauhkan OPD itu dari masyarakat. Terutama OPD yang sifatnya pelayanan publik," tuturnya.

Penolakan juga datang dari legislatif, seperti disampaikan Wakil Ketua I DPRD Lebong, Teguh Raharjo Eko Purwoto. Ia  menolak ASN yang bakal libur dua hari dalam sepekan, yakni Sabtu hingga Minggu.

Bukan tanpa dasar, versi Teguh, kebijakan lima hari kerja itu pernah diterapkan. Hanya saja, setelah uji publik selama enam bulan tidak berjalan efektif.

"Ketika program ini kita luncurkan banyak sekali menimbulkan protes dari masyarakat sebagian besar para pelaku usaha. Imbas pada omset perdagangan mereka jadi menurun drastis. Itupun karena sebagian besar uang yang ada di Lebong berada di tangannya ASN," sambungnya.

Lanjut dia menjelaskan, membuat suatu regulasi itu bukan berkaca pada daerah atau kota lain. Namun, harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Oleh karenanya, tegas Teguh, ia menolak program lima hari kerja lantaran belum efektif untuk diterapkan di Lebong.

"Menurut saya regulasi itu dibuat untuk menjawab penyelesaian masalah, bukan sebaliknya malah menimbulkan masalah baru," demikian Teguh. [tmc]