KPU Jangan Jadi Diktator Kecil Pemilu

Protes keras terhadap larangan memasang foto tokoh-tokoh nasional saat kampanye di Pemilu 2019 terus mengalir. Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia meminta KPU jangan menjadi diktator kecil pemilu.


Protes keras terhadap larangan memasang foto tokoh-tokoh nasional saat kampanye di Pemilu 2019 terus mengalir. Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia meminta KPU jangan menjadi diktator kecil pemilu.

Aturan tersebut dikeluarkan KPU. Aturan dibuat mengacu pada UU Nomor  7/2017 tentang Pemilu bahwa dalam kampanye untuk tidak membawa gambar selain pengurus partai politik seperti foto Presiden RI, foto-foto tokoh seperti Bung Karno, Gusdur, dan lain-lain dengan alasan bukan pengurus parpol. Boleh memuat foto-foto mereka hanya saat di dalam ruangan.

"Kampanye yang seharusnya semarak disambut dengan penuh suka cita oleh rakyat, akan sepi karena aturan ini. Simbol-simbol gambar tokoh seperti Bung Karno, Gusdur dan lain-lain, secara tidak langsung memberikan kepada publik/pemilih secara visual sebuah pendidikan politik karena foto atau gambar tokoh-tokoh tersebut memiliki jasa-jasa, pemikiran, spirit, nilai-nilai yang luar biasa untuk Indonesia," kata Wasekjen KIPP Indonesia Girindra Sandino kepada redaksi, Rabu (28/2). dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Dia mengatakan alasan KPU aturan itu dibuat untuk mengindari rebutan atau saling klaim tokoh merupakan alasan yang mengganggap masyarakat seperti baru berdemokrasi alias menganggap seperti anak kecil.

Kata Girindra, aturan tersebut mengebiri kreativitas kebebasan berekspresi peserta pemilu, dan pendukungnya yang dijamin konstitusi.

"Padahal pemilu hanya lima tahun sekali, apa salahnya membuat pemilu meriah dengan penuh kegembiraan. Jika yang ditakutkan ada konflik gara-gara itu, adalah alasan kekanak-kanakan dan terlalu dramatis," katanya.

Dia juga mengingatkan pendekatan keamanan yang telalu kaku demi stabilitas dan sebagainya dalam pemilu merupakan kemunduran demokrasi di Indonesia. Oleh karena hajatan Pemilu adalah hajatan rakyat yang juga memakai uang rakyat.

Selain itu diungkapkan dia, walaupun dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat (1) huruf i, tidak jelas menyebut jika gambar Bung Karno atribut yang dipakai diklaim sebagai atribut Parpol A,misalnya, sah-sah saja. Apalagi KPU sebut jika di dalam ruangan tidak masalah.

Dia juga mempertanyakan soal aturan KPU yang melarang peserta kampanye membawa gambar atau foto Presiden RI karena simbol negara. Mengutip pendapat Prof. Jimly Asshiddiqie menanggapi pasal penghinaan presiden, sebut Girindra, presiden simbol negara adalah pemikiran feodal. Soal lambang negara telah diatur dalam Pasal 36A UUD 1945. Lambang negara yang diatur dalam konstitusi adalah Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Pun dalam UU Nomor 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Menyebut Lambang Negara ialah Garuda Pancasila bukan Presiden. Tidak heran Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan pasal penghinaan Presiden.

"Dan dalam kampanye kehadiran bendera merah putih banyak yang membawa. Jadi KPU, biasa sajalah jangan menjelma seperti 'diktator kecil pemilu'," tukas Girindra yang juga Sekjen Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI). [ogi]