RMOLBengkulu. Keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 MAX 8 dengan kode penerbangan JT-610 PK-LQP membuat petisi online untuk menuntut adanya kepastian penyelesaian hukum terhadap tragedi yang menewaskan 189 orang, termasuk penumpang dan kru pesawat.
- Ratusan Nelayan Di Bengkulu Masih Gunakan Alat Trawl
- Optimis Raih WBK, Rutan Bengkulu Gelar Deklarasi Janji Kinerja 2024
- Status Gunung Merapi Naik Waspada Level 2
Baca Juga
RMOLBengkulu. Keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 MAX 8 dengan kode penerbangan JT-610 PK-LQP membuat petisi online untuk menuntut adanya kepastian penyelesaian hukum terhadap tragedi yang menewaskan 189 orang, termasuk penumpang dan kru pesawat.
Itupun sebagaimana disampaikan Jurubicara sekaligus perwakilan seluruh keluarga korban Lion JT-610, Anton Sahadi, bahwa dibuatnya petisi merupakan dorongan kepada pemerintah dan Lion Air untuk menindaklanjuti polemik ahli waris pasca jatuhnya pesawat tersebut.
"Ide-ide awalnyakan kami ngobrol di grup (WhatsApp keluarga korban Lion JT-610), muncullah ide-ide membuat petisi itu,†ungkap Anton saat dihubungi Kantor Berita RMOL, Rabu (3/7) malam.
Dibuatnya petisi tersebut, kata Anton mewakil kekecewaan para keluarga korban yang hingga kini belum mendapat tanggung jawab dari pemerintah dan Lion Air.
"Pemerintah terkesan bungkam, Menhub (Budi Karya Sumadi) tidak berkutik dengan segala instrumen yang mereka miliki. Tapi kasus yang menewaskan 189 orang ini bukan hal yang sepele, semuanya manusia yang punya harga tidak bisa diukur dengan angka,†tuturnya.
Dengan petisi tersebut, Anton berharap pemerintah dan Lion Air bisa lebih memperhatikan kembali polemik tersebut.
"Kalau berdasarkan hukum positif sepertinya lamban, tapi kalau pakai hukum sosial saya rasa Insya Allah pemerintah akan menanggapi ini karena ini (petisi) diperhatikan dunia,†lanjutnya.
Hingga perpukul 23.00 WIB, Rabu (3/7) petisi tersebut sudah ditandatangani oleh hampir 1.500 orang sejak dibuat petisi ini pada Selasa (2/7) malam.
Beberapa hal yang harus dituntaskan pemerintah dan Lion Air, salah satunya adalah menyelesaikan polemik Peraturan Menteri (PM) Perhubungan nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan.
Dalam PM tersebut, tepatnya pada Pasal 23 berbunyi bahwa besaran ganti kerugian yang diatur ini tidak menutup kesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihak ketiga untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, pihak Lion Air telah meminta para keluarga korban untuk menandatangi surat release and discharge (RnD) sebagai klaim asuransi dengan syarat keluarga korban yang sudah menandatangi, tidak berhak untuk menuntut hukum ke pihak manapun.
"Dengan RnD itu kan jelas cacat hukum, bertetangan dengan Permen 77/2011. Selesaikan itu, santunan, ahli waris harus segera diberikan dan menempatkan janji membuat tugu yang di Tanjung Pakis Karawang itu,†tuturnya.
Selain itu, ia juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut izin Lion Air untuk menghindari kejadian kecelakaan serupa.
"Dan minta Presiden (Jokowi) bertindak tegas dalam hal ini minta Menhub meratorium atau mencabut perizinan Lion Air karena kami berpikir kalau ada saudara naudzubillah (kecelakaan) serupa itu sangat mungkin kelalaian akan dilakukan lagi sama Lion Air,†tandasnya dilansir RMOL.id. [tmc]
- Wujudkan Kepastian dan Perlindungan Hukum, Kanwil Kemenkumham Bengkulu Sosialisasi Layanan Fidusia
- Mudik Nyaman 2018 Bersama BPJS Kesehatan
- Nonjob AKBP Yusuf Tak Serta Menghilangkan Unsur Pidananya