Ini Alasan Zaadit Kartu Kuning Jokowi

RMOL. Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Zaadit Taqwa mengaku, ada tiga alasan memberikan "Kartu Kuning" kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Balairung UI, Depok, Jumat (2/2) pagi.


RMOL. Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Zaadit Taqwa mengaku, ada tiga alasan memberikan "Kartu Kuning" kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Balairung UI, Depok, Jumat (2/2) pagi.

Zaadit menjelaskan, pengacungan Kartu Kuning yang merupakan map paduan suara itu, merepresentasikan peringatan untuk Jokowi agar menyelesaikan permasalahan bangsa.

"Kita bawa tiga tuntutan, dan kita sudah sampaikan lewat aksi di stasiun (Universitas Indonesia)," tutur ‎ungkap Zaadit kepada wartawan di kampus UI.

Adapun tiga tuntutan yang dimaksudnya, ‎pertama terkait gizi buruk di Papua. Pemerintah Jokowi diminta untuk segera menyelesaikannya. Karena lokasi kejadian kasus penyakit campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, merupakan bagian dari Indonesia.

"Kami ingin mau dipercepat penyelesaiannya karena sudah lama dan sudah banyak korban," tuturnya.

Kemudian, tuntutan kedua yang disuarakan Zaadit, terkait Plt atau penjabat gubernur yang berasal dari perwira tinggi TNI/Polri. Kebijakan tersebut, paparnya, seolah mengembalikan masa Orde Baru (Orba) yang telah dilewati.

"Kita tidak pingin kalau misalnya kembali ke zaman Orde Baru. Kita tidak pengen ada dwifungsi Polri. Dimana Polisi aktif pegang jabatan gitu (Gubernur). Karena tidak sesuai dengan UU Pilkada dan UU Kepolisian," terangnya.

Sedangkan tuntutan ketiga, terkait persoalan Permenristekdikti tentang Organisasi Mahasiswa (Ormawa). Zaadit menilai Permenristekdikti tersebut dapat mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.

"Kita tidak pingin mahasiswa dalam bergerak atau berorganisasi dan berkreasi itu dikungkung oleh peraturan yang kemudian dibatasi ruang gerak mahasiswa," papar Zaadit dilansir Kantor Berita Politik RMOL.

Lewat aksinya, Zaadit meniup peluit dan mengeluarkan Kartu Kuning kepada Jokowi usai memberikan sambutan. Aksi nekat mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) itu pun terpaksa dihentikan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Meski sempat diamankan, Zaadit mengaku, tidak ada kekerasan oleh Paspampres terhadap dirinya sebelum diserahkan ke Pengamanan Lingkungan Kampus (PLK).

"Tidak ada (kekerasan), ‎cuman diminta keterangan saja, diminta identitasnya. Aksi ini ‎dilakukan spontan. Karena sebenarnya niatnya sudah ada tapi berubah-ubah rencana. Menyesuaikan kondisi di dalam juga," ujar Zaadit. [nat]