Ini Alasan Teguh Mengapa Pilih Judul 'Buldozer dari Palestina'

Teguh Santosa membedah buku karyanya, "Buldozer dari Palestina" bersama pengamat politik Hendri Satrio di panggung Islamic Book Fair 2023 di Istora Senayan, Jakarta, pada Jumat malam (22/9)/RMOL
Teguh Santosa membedah buku karyanya, "Buldozer dari Palestina" bersama pengamat politik Hendri Satrio di panggung Islamic Book Fair 2023 di Istora Senayan, Jakarta, pada Jumat malam (22/9)/RMOL

Buku berjudul Buldozer dari Palestina terbitan Booknesia, tampil dalam bedah buku di panggung Islamic Book Fair 2023 di Istora Senayan, Jakarta, pada Jumat malam (22/9).


Penulis buku yang juga wartawan senior Teguh Santosa, membedah buku karyanya, bersama pengamat politik Hendri Satrio di hadapan pengunjung bazar.

Judul buku Buldozer dari Palestina bisa jadi mengecoh banyak orang, karena tak jarang orang membayangkan isinya akan bercerita panjang lebar tentang perjuangan rakyat Palestina untuk lepas dari invasi Israel.

Tak hanya itu, banyak dari kita pasti juga mengira akan mendapati kisah-kisah heroik dan mengharukan rakyat Palestina yang mencoba bertahan hidup dan bangkit setelah ledakan bom, penembakan, dan penyiksaan menjadi bagian dari keseharian mereka di tengah konflik.

Rupanya Teguh saat ditanya Hendri, menjelaskan alasan tersendiri di balik pemilihan judul buku tersebut yang tidak ada sangkut pautnya dengan sentimen terkait perjuangan rakyat Palestina yang menghadapi 'buldozer' Yahudi.

“Judul buku ini dipilih karena Yasser Arafat memberi gelar ‘buldozer’ untuk Ribhi Awad, Duta Besar Palestina untuk Indonesia yang berada di Indonesia selama 15 tahun,” kata Teguh.

Ribhi Awad sendiri merupakan sosok kepercayaan Yasser Arafat di partai politik Fattah sekaligus juru bicara PLO (Organisasi Pembebasan Palestina). Dia menjadi diplomat andalan Yasser Arafat yang pernah bertugas sebagai duta besar di Aljazair, Finlandia, Mesir, Uni Emirat Arab, Kenya, serta Indonesia.

Di Indonesia, Ribhi Awad mulai bertugas sebagai duta besar pada tahun 1992 hingga kemudian di tahun 2006, dia dipaksa melepaskan jabatannya karena Hamas berhasil mengalahkan Fattah. Artinya, semua instrumen diplomatik Fattah harus diganti baik di internal negeri maupun politik luar negeri.

Teguh pun mengenang mencatat peristiwa itu dengan mewawancara Ribhi Awad.

“Karena wawancara dengan Ribhi Awad adalah wawancara pertama saya dengan duta besar negara sahabat pascaperistiwa 9/11,” kata Teguh.

Saat wawancara tatap muka dengan Ribhi Awad, Teguh menyebut tak ada birokrasi menyulitkan untuk bisa bertemu langsung. Pun Ribhi Awad, juga bersedia menjawab semua pertanyaannya.

Namun sayangnya, hasil wawancara tersebut tidak diperkenankan untuk dipublikasikan.

Meski begitu persahabatan Teguh dan Ribhi Awad terus berlanjut. Harapan Ribhi Awad untuk terjadinya mukjizat Allah untuk mengubah Amerika, menghadirkan kedamaian dalam kehidupan rakyat Palestina, serta bersatunya negara-negara Arab dan umat Muslim bersatu, itulah yang diabadikan menjadi judul buku, Buldozer dari Palestina.

Sepanjang bedah buku, pengunjung yang kebanyakan dari generasi milenial dan juga mahasiswa jurusan hubungan internasional pun menyimak penjelasan Teguh.

Wawancara dengan Ribhi Awad, juga menjadi bagian dari perbendaharaan jumlah duta besar negara sahabat yang diwawancarai Teguh.

Hasilnya, Teguh dianugerahi Rekor MURI sebagai Penulis Buku Wawancara Duta Besar Negara Sahabat Terbanyak untuk dua bukunya, "Perdamaian yang Buruk Perang yang Damai" dan "Buldozer dari Palestina" yang keduanya diterbitkan Booknesia.