Harga Cabe Makin Pedas

RMOLBengkulu. Harga kebutuhan pangan mencekik leher. Selain telur ayam, cabe mengalami kenaikan tidak wajar. Melambung lebih dari 80 persen.


RMOLBengkulu. Harga kebutuhan pangan mencekik leher. Selain telur ayam, cabe mengalami kenaikan tidak wajar. Melambung lebih dari 80 persen.

Tidak berlebihan rasanya ibu rumah tangga teriak menuntut pemerintah mengendalikan ke­naikan harga kebutuhan pangan. Belum turun harga telur ayam, cabe rawit merah mengalami kenaikan signifikan. Dari sebelumnya rata-rata dijual Rp 40.000 per kilo gram (kg) naik menjadi Rp 70.000 per kg.

Kenaikan harga cabe rawit merah merata terjadi di ber­bagai kota di Indonesia. Selain telur dan cabe, harga kebutuhan pangan lain juga naik tetapi masih dalam tahap wajar, hanya Rp 1.000 sampai 2.000 saja per kg.

Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengungkapkan, harga cabe rawit merah merangkak naik pasca Idulfitri. "Harga merangkak sebenarnya sejak Lebaran. Dari semula Rp 40.000 terus naik hingga di tingkat agen sudah Rp 60.000 per kg. Sedangkan, harga jual di pasar-pasar tembus Rp 70.000 per kg," ungkap Mansuri kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Mansuri menuturkan, harga si pedas naik akibat sejumlah sentra pertanian gagal panen.

Mansuri mengaku tidak kaget karena kenaikan cabe siklus yang rutin terjadi. "Harga memang selalu naik pada periode bulan Juli-Agustus. Karena siklus ta­hunan, seharusnya pemerintah bisa mengantisipasinya," imbuh Mansuri.

Mansuri menilai, kenaikan harga cabe menunjukkan pe­merintah belum serius mengatasi persoalan rutin tersebut.

Untuk mengatasi masalah itu, lanjut Mansuri, pemerintah sebe­narnya bisa memperbesar paso­kan ke wilayah yang mengalami defisit dengan mengambil cabe dari daerah yang mengalami surplus. Hal tersebut tentunya dapat dilakukan bila pemerintah memiliki data valid mengenai sebaran produksi, hingga asumsi konsumsi masyarakat.

Selain cabe, Mansuri menye­butkan bawang sebagai salah satu komoditas yang memiliki siklus mengalami penurunan produksi cukup signifikan. "Pa­sokan komoditas seperti cabe dan bawang perlu mendapatkan perhatian agar harganya stabil," ungkapnya.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemen­terian Perdagangan (Kemendag) Tjahya Widayanti mengamini harga cabe mengalami kenaikan. "Kami telah mendapatkan laporan langsung dari asosiasi terkait tentang kenaikan harga," kata Tjahya kepada Rakyat Merdeka.

Dia menjelaskan, harga cabe naik umumnya disebab­kan karena minimnya jumlah pasokan dari beberapa daerah sentra cabe. Pasokan menipis karena belum memasuki masa panen.

Tjahya mengaku, sudah melakukan identifikasi daerah mana saja yang mengalami ke­naikan cabe cukup signifikan. "Adu dua komoditas yang kami amati dengan intensif, cabe dan telur," ungkapnya.

Namun demikian, Tjahya membantah harga cabe mengalami kenaikan signifikan. Menu­rutnya, besaran kenaikan masih dalam batas wajar.

Berdasarkan laporan yang diterima, Tjahya memproyeksi harga cabe akan turun secara bertahap. Karena, ada daerah yang akan segera panen dalam waktu dekat ini.

Soal operasi pasar, Tjahya menerangkan, sejauh ini be­lum ada rencana melakukan intervensi seperti yang sudah dilakukan untuk menekan harga jual telur.

Dia juga membantah pemerintah tidak melakukan antisipasi terhadap kenaikan harga cabe.

"Petani binaan Kementerian Pertanian sudah melakukan antisipasi. Tapi sepertinya belum bisa memenuhi tingginya per­mintaan pasar," ucapnya.

Kurangi Konsumsi

Rahmat, warga Cikunir, Kota Bekasi menyayangkan harga te­lur belum juga turun. Gara-gara harganya tinggi, lelaki berusia 60 tahun tersebut mengurangi kon­sumsi telur ayam sejak harganya melambung. "Libur dulu makan telur. Harganya tinggi," cetus Rahmat di Pasar Cikunir, Bekasi, kemarin.

Rahmat mengaku, setiap hari mengkonsumsi telur. Kini, tidak sama sekali. Hanya sesekali saja dengan cara membeli eceran satuan. dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]