Di Indonesia, Baru Lebong Miliki Satgas Konflik Satwa Liar Dan Manusia

RMOLBengkulu. Catatan konflik antara warga dan satwa liar di Kabupaten Lebong, menjadi perhatian serius. Bentuk perhatian itu dilakukan melalui pembentukan tim satuan tugas (Satgas) penanganan konflik satwa liar dan manusia.


RMOLBengkulu. Catatan konflik antara warga dan satwa liar di Kabupaten Lebong, menjadi perhatian serius. Bentuk perhatian itu dilakukan melalui pembentukan tim satuan tugas (Satgas) penanganan konflik satwa liar dan manusia.

Hal itu dilakukan BKSDA Bengkulu saat menggelar sosialisasi penanganan konflik satwa liar dan manusia di Gedung Pendapatan Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Lebong, Jum'at (20/3). Acara itu dihadiri Dinas Lingkungan Hidup (DLH), BKSDA, TNKS, dan LSM Lingkar Institute.

Diketahui, ini merupakan tim Satgas pertama di Indonesia tingkat kabupaten yang khusus menangani konflik satwa liar dengan manusia.

Kepala seksi konservasi wilayah I Bengkulu-Lampung, Said Jauhari mengatakan, potensi konflik antara satwa dan manusia di daerah itu sangat besar lantaran hampir 70 persen wilayah itu hutan dari luas wilayah.

Makanya, sejumlah pihak berinisiatif membentuk Tim Satgas berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Lebong nomor 24 tahun 2020 tentang Pembentukan Tim Satgas Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar di Kabupaten Lebong.

"Nanti harus ada SOP. Jadi, tim yang dibentuk ini tahu apa saja tugas mereka, ketika nanti ditemukan kasus konflik antara satwa dan manusia," ujar Said dalam sambutannya.

Sedianya, kata Said, perburuan liar pernah terjadi tahun 2010 di Mangku Rajo. Harimau dievakuasi dan diantar ke Taman Safari. Sekarang harimau itu mati karena di tubuhnya ditemukan 50 butir peluru.

"Terbentuknya SK ini merupakan apresiasi pada Lingkar Institute yang bersama Bupati Lebong. SK ini penting buat kami. Ini SK pertama di Indonesia pada level kabupaten. Kami apresiasi juga buat bupati dan DLHK," ujarnya.

Sementara itu, dalam catatan Lingkar Institute sepanjang 2019 terdapat lebih dari 10 kasus bertemunya satwa liar seperti harimau, beruang dengan manusia.

"Konflik satwa liar dan manusia cukup tinggi di Lebong meski belum memakan korban namun aktifitas bertemunya manusia dan satwa liar, seperti mendengar suara, melihat jejak dan bertemu langsung adalah potensi dari konflik satwa liar dengan manusia," kata Manajer Kampanye Lingkar Institute, Arafik Trisno.

Selanjutnya, Direktur Lingkar Institute, Iswadi menjelaskan sebelumnya SK tingkat gubernur yang sama juga pernah dibuat Lingkar Institute pada tahun 2014 untuk tingkat provinsi.

Di Lebong tingkat konflik satwa liar dengan manusia masih masuk katagori rendah. Katagori rendah ini meliputi perjumpaan manusia dengan satwa liar di kebun, ladang dan sawah. Meski masih rendah ia menekankan agar semua pihak tetap waspada mengingat wilayah Lebong mayoritas dikepung kawasan hutan.

"Harapan kita dari SK ini ada sejumlah langkah nyata bersama di Lebong dalam upaya penanganan konflik manusia dan satwa liar. Ini sebagai langkah antisipasi," demikian Iswadi.

Iswadi juga sebutkan sebutnya pihaknya juga pernah bekerjasama dengan MUI Lebong dalam sosialisasi fatwa haram berburu satwa liar dilindungi. Hingga saat ini kerjasama tersebut masih dilakukan. [tmc]