Dewan Merangin Cari Terobosan Baru Ke DPRD Lebong

RMOL. Ini untuk sekian kalinya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berasal dari Kabupaten lain menyambangi DPRD Lebong. Sama seperti sebelumnya, kedatangan mereka dalam rangka mencari terobosan baru untuk Kabupaten mereka.


RMOL. Ini untuk sekian kalinya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berasal dari Kabupaten lain menyambangi DPRD Lebong. Sama seperti sebelumnya, kedatangan mereka dalam rangka mencari terobosan baru untuk Kabupaten mereka.

Pertemuan digelar di ruang rapat intern DPRD Lebong, Jum'at (4/5) dipimpin langsung Ketua DPRD Lebong, Teguh Raharjo Eko Purwoto didampingi Ketua Komisi II, A. Lufty, Sekwan DPRD Lebong, Supriyono, Ketua Bapemperda, Sunyono, serta Perwakilan Bappeda Lebong dan DPRD Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

Ketua Komisi III DPRD Merangin, Syaiful Hadi, dalam sambutannya menyampaikan, kedatangan mereka juga dalam rangka koordinasi terkait pendekatan budaya untuk menjaga kelestarian hutan perbatasan wilayah kedua kabupaten. Sebab, kedua Kabupaten ini sama-sama sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PMHA).

Bahkan, DPRD Merangin secara tidak langsung juga ingin belajar bagaimana pola Pemkab Lebong mendapatkan izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (KLHK) dalam pembangunan akses jalan ke Desa Sungai Lisai yang jelas membelah Hutan TNKS.

Kita juga sekaligus ingin mengajak pendekatan budaya dan adat istiadat sebagai daerah perbatasan langsung kedua kabupaten," kata Ketua Komisi III DPRD Merangin, Syaiful Hadi, Jum'at (4/5).

Hal senada juga disampaikan anggota DPRD Merangin lainnya, Sudirman, ia juga menanyakan bagaimana terobosan anatara pola pendekatan adat antara Kabupaten Merangin dan Kabupaten Lebong bisa dikolaborasikan. "Dengan adanya perda yang sama. Kekhawatiran sejumlah masyarakat Merangin timbul karena telah dibukanya akses jalan ke Sungai Lisai," sampai Sudirman.

Sementara itu, Ketua DPRD Lebong,  Teguh Raharjo Eko Purwoto, menanggapi atas persoalan tersebut. Dimana perlunya kesepakatan bersama kedua kabupaten jika memang dalam urusan akses jalan kedua kabupaten bisa tembus.

Padahal, kata Teguh, kedua pemerintah ini sebelumnya sempat duduk bersama pada tahun 2015 lalu untuk menawarkan  penandatanganan MOU. Hanya saja, kala itu Pemkab Merangin belum bisa menyepakati karena khawatir berbenturan dengan Perda mereka.

"Begitu juga kita sudah ada Perda PMHA, akan tetapi disini kita bicara tentang kemanusiaan bagi orang yang tinggal di Sungai Lisai. Oleh karenanya melalui Pemkab Lebong ke Kemen LHK untuk izin pembukaan akses jalan ke desa tersebut. Alhamdulillah izin sudah keluar dan sekarang tinggal Pemkab Lebong susun perencaan yang matang untuk merealisasikan," singkat Teguh.

Terpisah, Kepala Bappeda Lebong, Eddy Ramlan melalui Kabid Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Astrid Bungai Diwo, mengaku, memang sulit untuk mendapatkan izin dari KLHK untuk membuka akses jalan di Zona inti TNKS.

Namun, bukan berarti tidak ada solusi atas pembukaan lahan tersebut. Sebab, Desa Sungai Lisai sendiri memiliki masyarakat adat yang sebenarnya bisa menjadi pertimbangan khusus oleh pihak KLHK.  "Memang harus dituangkan dalam dokumen perencanaan. Termasuk, perencanaan pembangunan desa terluar kabupaten," ungkap Astrid.

Ditambahkan Astrid, salah satu terobosam dari pertemuan kali ini adalah bagaimana lima desa adat yang masuk dalam perda Kabupatem Merangin bisa mencatumkan Desa Sungai Lisai sebagai salah satu sinergisitas pembangunan akses jalan antar wilayah. 

"Ada lima desa yang ada pada perda mereka. Masukan dari mereka bagaimana sungai lisai yang tadinya kawasan konservasi menjadi kawasan adat budaya seperti 5 desa lainnya. Sehingga, adanya sinergisitas pembangunan akses jalan antar desa," demikian Astrid. [ogi]