Bulog Kok Diam Saja Lihat Nasib Petani Terpuruk

RMOL. Panen raya di berbagai sentra produksi di wilayah Jawa menunjukkan harga gabah di tingkat petani anjlok.Iro­nis, Bulog tidak melakukan apa-apa untuk mendongkrak harga di tingkat petani sekaligus memperkuat cadangan beras pemerintah.


RMOL. Panen raya di berbagai sentra produksi di wilayah Jawa menunjukkan harga gabah di tingkat petani anjlok.Iro­nis, Bulog tidak melakukan apa-apa untuk mendongkrak harga di tingkat petani sekaligus memperkuat cadangan beras pemerintah.


"Hari ini Ngawi di wilayah timur harga gabah itu Rp 3.500 per kilogram. Itu yang pakai tressure sementara combine Rp 3.800 per kilogram. Kalau nggak ada hujan bisa Rp 4.000 -4100 per kilogram," curhat Pak Harno, petani di Kel. Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi, Jawa Timur, kemarin. dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Sayangnya, kata Harno, sama sekali tidak ada pembelian gabah oleh Bulog untuk mendong­krak harga gabah para petani di Ngawi. Padahal, pekan sebelum­nya sudah ada Bulog bersama Tim Sergab yang memantau kondisi gabah para petani.

"Sekitar 10 hari lalu ada tim dari Jakarta ke Ngawi tapi kok tidak masuk sampai ke timur. Dinanti-nanti tapi kok nggak datang. Padahal kalau dibeli Bulog Rp 4.200 saja, itu sudah menguntungkan bagi petani," katanya.

Karena Bulog tak kunjung datang, lanjut Harno, banyak petani di wilayahnya terpaksa menjual di bawah Rp 4.000 per kilogram. "Terpaksa Pak, buat bayar kebutuhan. Bayar pupuk, bayar tenaga kerja," sesalnya.

Ibu Supartin, petani di Kec. Tambakromo, Kab. Pati juga mengatakan harga gabah di wilayah Pati sekarang sudah berangsur-angsur turun. Adapun harga gabah saat ini untuk Gabah Kering Giling sekitar Rp 5.200 per kilogram sementara Gabah Kering Panen sekitar Rp 4.200 -4.600 per kilogram. "Harga segitu sudah turun karena musim panen raya. Sementara harga beras juga turun Rp 9.000 per kilogram," katanya.

Adapun hasil panen para petani di Pati, kata dia, keban­yakan dibeli oleh tengkulak, bukan Bulog. "Sebenarnya sih petani kita disini tergantung harga saja. Kalau Bulog belinya lebih tinggi dari bakul gabah disini, ya petani jualnya ke Bulog. Tapi pengalaman saya disini panen langsung ada bakul-bakul gabah dari luar desa yang beli. Kalau masuk ke Bulog saya tidak tahu," katanya.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember, Jumantoro mengatakan an­jloknya harga gabah ini dipen­garuhi musim hujan. Pembeli harus bekerja ekstra untuk men­jemur padi. Masuknya beras impor dari Vietnam, dikatakan Jumantoro juga memberi pen­garuh pada penurunan harga gabah.

"Jika dijual berasnya, khawatir harga beras ikut turun. Padahal, sekarang harganya masih tinggi. Saya kemarin beli beras yang biasa isi lima kilogram harganya Rp 60 ribu," jelasnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bulog menun­jukkan hingga 24 Februari ini, serapan gabah Bulog baru mencapai 24.466 ton setara beras. Serapan ini masih kalah jauh dari periode yang sama Februari 2017 dimana serapan gabah mencapai 36.061 ton setara beras.

Secara terpisah, Ekonom Senior, Rizal Ramli menilai, Bulog harusnya menyerap gabah petani atau membeli dengan harga pembelian pemerintah (HPP). "Untuk apa impor kalau beras di dalam negeri banyak," ujarnya.

Dia pun mengkritik kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah saat ini. Apalagi impor dilakukan padahal panen raya padi telah dilakukan petani di sejumlah wilayah lumbung beras. "Kebijakan impor ini membuat petani makin seng­sara," kata Menteri Koodirnator bidang Perekonomian era Gus Dur ini.

Rizal malah curiga ada yang tidak beres dari kebijakan im­portase beras ini. Di antaranya dugaan adanya komisi besar bagi pejabat yang melakukan impor dan buruknya Bulog mengatur stok dan distribusi beras. "Atau apa ini sengaja merusak kehidupan petani?" ujar bekas Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya itu. [ogi]