Awas, Isu Kenaikan Tarif Listrik Kerek Inflasi

Pengamat energi dari Univer­sitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mewanti-wanti untuk tidak berspekulasi tentang ke­mungkinan terjadi kenaikan tarif listrik seiring dengan langkah pemerintah akan memasukkan Harga Batubara Acuan (HBA) dalam formula penghitungan tarif listrik.


Pengamat energi dari Univer­sitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mewanti-wanti untuk tidak berspekulasi tentang ke­mungkinan terjadi kenaikan tarif listrik seiring dengan langkah pemerintah akan memasukkan Harga Batubara Acuan (HBA) dalam formula penghitungan tarif listrik.

Menurutnya, speku­lasi tersebut berbahaya dan me­nyesatkan sehingga berpotensi memicu inflasi.

"Menteri Energi dan Sum­ber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sudah berulang kali menekankan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan tarif listrik untuk semua golongan pelanggan PT PLN (Persero), baik bersubsidi maupun non-subsidi," kata Fahmy.

Keputusan tersebut, kata dia, berlaku pada periode 1 Januari hingga 31 Maret 2018. Dan, kebijakan tidak menaikkan tarif listrik itu sendiri untuk mengen­dalikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat yang sedang melemah.

Fahmy mengatakan, reformu­lasi dengan memasukkan HBA dalam perhitungan tarif listrik itu sebenarnya sangat wajar dilaku­kan oleh pemerintah, mengingat formula ditetapkan sudah tidak sesuai lagi kondisi sekarang.

"Selama ini, formula peneta­pan tarif dengan memasukkan 3 variabel utama, yakni: inflasi, kurs rupiah, dan Indonesia Oil Crude Price (ICP), sudah tidak sesuai," ujarnya.

Dia menjelaskan, saat ini kondisi sudah berubah. Dahulu, penggunaan pembangkit lis­trik tenaga diesel masih sangat besar. Makanya penghitungan memakai ICP.

Sementara, sekarang ini peng­gunaan tenaga diesel semakin menurun. "Saat ini penggunaan diesel tinggal sekitar 6 persen dari total energi primer digu­nakan. Sedangkan penggunaan energi batubara meningkat pesat hingga sekarang mencapai seki­tar 57 persen," terangnya.

Bagaimana dengan kenaikan harga batu bara saat ini? Fahmy menjelaskan, HBA hanya salah satu pertimbangan dalam penetapan tarif listrik sehingga tidak semerta merta tarif akan naik. Apalagi, penetapan tarif listrik sesungguhnya merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR.

"Kendati berdasarkan formula baru tarif listrik harus naik, tetapi pemerintah bisa saja menetap­kan tarif listrik tidak dinaikkan dengan pertimbangan tertentu," ujarnya.

Misalnya, sambung Fahmy, pemerintah tidak menaikkan tarif karena ingin industri dalam negeri bisa lebih kompetitif da­lam bersaing di pasar global.

"Kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik tentunya lebih didasarkan untuk mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yakni: penu­runan inflasi dan penaikan daya beli rakyat," katanya seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL.

Diakui Fahmi, kebijakan itu akan membebani PLN. Untuk meringankan PLN, Pemerintah bisa menempuh upaya mengen­dalikan harga batubara dengan menetapkan HBA dalam skema Domestic Market Obligation (DMO). Dalam skema ini, HBA batubara yang dijual kepada PLN sebagai energi dasar Pembangkit Listrik ditetapkan oleh Pemerintah. Sedangkan batubara yang dijual di luar PLN dan diekspor, harganya ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar. [nat]