RMOLBengkulu.Penolakan gugatan atas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, melalui putusan PTUN Medan akan berbuntut panjang. Diantaranya pengajuan banding yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara, atas putusan tersebut.
- Telan Anggaran Rp100 Miliar, TNI AD Bangun Penjara Super Canggih
- HMI Tuntut Keadilan 7 Rekannya Yang Digebuk Polisi
- Balita Ditemukan Tewas Terseret Air Selokan Hingga 400 Meter
Baca Juga
RMOLBengkulu. Penolakan gugatan atas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, melalui putusan PTUN Medan akan berbuntut panjang. Diantaranya pengajuan banding yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara, atas putusan tersebut.
Usai persidangan, tim kuasa hukum mengungkapkan kekecewaannya terhadap majelis hakim. Menurut mereka, hakim hanya berpikir secara prosedural. Pertimbangan mereka yang cukup kuat tidak dimasukkan.
"Padahal secara jelas registernya adalah gugatan lingkungan hidup. Tetapi pertimbangan hakim kita melihatnya hanya prosedural administrasi saja," ujar koordinator kuasa hukum WALHI Golfrid Siregar.
Yang paling krusial, kata Golfrid yakni soal pemalsuan tandatangan Ahli Kehutanan USU Onrizal dalam Amdal. "Tapi itu tidak menjadi pertimbangan," ujarnya.
Lalu, saksi yang dihadirkan WALHI dari masyarakat penerima dampak dianggap tidak relevan. Padahal menurut WALHI objek gugatannya ada di tiga kecamatan, Marancar, Sipirok dan Batangtoru. Namun itu juga tidak terlalu digubris.
"Kita akan Banding. Karena yang kita lakukan adalah untuk masyrakat. Pertimbangannya adalah, daerah itu rawan gempa. Saksi dari IPB yang kita bawa juga menyatakan di peta manapun, ring gempa Batangtoru adalah daerah rawan gempa," tukasnya.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Walhi Sumut menggugat SK Gubernur nomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017 tentang perubahan ijin lingkungan rencana kegiatan pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batangtoru dari kapasitas 500 MW menjadi 510 MW dan perubahan lokasi Quarry di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) tertanggal 31 Januari 2017.
Pembangunan PLTA Batangtoru memang terus mendapat perlawanan dari aktivis lingkungan. Pembangunannya dianggap mengancam lingkungan dan habitat Orang Utan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis).
Pembangunan PLTA dianggap akan menambah fragmentasi habitat di tiga blok. Yakni Blok barat, Blok Timur dan Cagar Alam Sibualbuali. PLTA Batangtoru yang dibangun PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) ditargetkan rampung pada 2022. dikutip Kantor Berita RMOLSumut. [tmc]
- Bom Meledak, Mabes Polri: Bom Pasuruan Berdaya Ledak Rendah
- OTT KPK, Bupati BS: Tanya Dengan Yang Memberi Dan Menerima
- Polisi Sarankan Pelaku Begal Ambulance Untuk Serahkan Diri