Penyandang Disabilitas Butuh Perhatian Khusus Terkait Penanganan Risiko Bencana

RMOLBengkulu. Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bengkulu Senin (21/10) menggelar Focus Grup Discusion (FGD) bersama dengan Kementerian Sosial RI, Badan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial, Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesejateraan Sosial ( BP2P3KS) Yogyakarta.


RMOLBengkulu. Dinas Sosial (Dinsos)  Kota Bengkulu Senin (21/10) menggelar Focus Grup Discusion (FGD)  bersama dengan Kementerian Sosial RI,  Badan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial, Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesejateraan Sosial ( BP2P3KS)  Yogyakarta.

Bertempat di room meeting rumah makan Bekakak,  Tanah Patah Kota Bengkulu, FGD ini membahas beberapa poin penting yang menjadi kerangka acuan BP2P3KS, salah satunya adalah mengetahui bagaimana keterlibatan penyandang disabilitas dalam pengelolaan risiko bencana. Mulai dari perencanaan, pengkoordinasian,  penanganggan dan pengawasan yang meliputi  faktor pendukung dan faktor penghambat.

Diungkapkan oleh Sri Yuni Murti Widayanti selaku perwakilan BP2P3KS, bahwa nanti pihaknya akan merumuskan kebijakan yang akan digunakan untuk mempersiapkan kaum disabilitas dalam menghadapi risiko bencana.

"Kita ketahui bahwa Bengkulu merupakan salah satu daerah yang cukup rawan akan bencana, sepeti banjir dan gempa bumi. Maka dari itu kami akan merumuskan kebijakan yang nantinya akan dipergunakan oleh pemerintah setempat melalui BAPPEDA,   kemudian BPBD,  dan mengusulkan ke kementerian sosial untuk mengambil kebijakan terkait managemen risiko bencana bagi penyandang disabilitas," kata Sri Yuni Murti Widayanti, Senin (21/10) Kepada RMOLBengkulu.

Lebih lanjut, Sri menjelaskan bahwa kebijakan tersebut diambil berdasarkan data dan pengalaman para relawan tanggap bencana maupun pendamping teman-teman disabilitas yang saat ini dapat dikatakan minimnya pengetahuan mereka terkait disabilitas untuk menolong  dirinya sendiri dalam melakukan penanganan saat terjadinya bencana.

"Minimnya sosialisasi terkait disabiltas untuk menolong dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu itu belum ada.  Jadi secara reflek yang dimiliki oleh mereka untuk menolong disabilitas belum ada. Dan untuk penyediaan fasilitas-fasilitas khusus pada pada saat terjadi bencana  pun belum ada baik untuk bencana banjir maupun gempa," sambungnya.

Untuk merumuskan kebijakan tersebut,  kata Sri juga membutuhkan kajian-kajian. Serta semua bentuk-bentuk program harus mengacu pada Amdas.

"Kami selaku center of AMDAS harus melakukan kajian terlebih dahulu dalam merumuskan segala bentuk kebijakan.  Dan untuk penyelesaian kajian ini sendiri kami menargetkan pertengahan November ini dan akan kami gelar seminar hasil dari semua lokasi yang dilakukan. Kemudian akan disusun dan kami rumuskan kebijakannya seperti apa yang hasil akhirnya adalah merumuskan kebijakan," tambah Sri.

Sementara itu,  perwakilan Taruna Tanggap. Bencana (TAGANA)  Kota Bengkulu,  Suster Diana mengatakan bahwa dirinya sangat mengapresiasi dengan adanya kegiatan ini,  terutama pada managemen pengurangan risiko bencana terhadap penyadang disabiltas.

"Intinya,  program ini sangat bagus sekali diadakan di Kota Bengkulu karena di Kota-kota lain program ini sudah ada.  Dengan adanya program ini nantinya kami berharap bisa dipahami dan disampaikan kepada pihak-pihak terkait,  terutama untuk Walikota Bengkulu agar program ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan," ucap Suster Diana.

Kendati demikian, Suster Diana juga menuturkan bahwa tanpa adanya dukungan dan kerjasama dari pemerintah kota.

"Dari perencanaan anggaran dan pengawasannya.  Kan juga berharap untuk tahun 2020 dapat terlaksana dan dapat disosialisasikan kepada masyarakat," tutup Suster Diana. [ogi]