Mulyani dan OJK Abai Lindungi Nasabah Asuransi Jiwasraya

RMOLBengkulu. Skandal PT Asuransi Jiwasraya yang diduga merugikan nasabah JS Saving Plan mencapai Rp 13,4 triliun, hingga belum ditemukan solusinya.


RMOLBengkulu. Skandal PT Asuransi Jiwasraya yang diduga merugikan nasabah JS Saving Plan mencapai Rp 13,4 triliun, hingga belum ditemukan solusinya.

Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh, seperti abai dalam kasus gagal bayar ini. Padahal, mereka merupakan pimpinan dari sebuah lembaga pemerintahan, yang tugasnya mengurusi bidang keuangan negara.

Pengamat Pasar Modal Budi Frensidy mengatakan, kasus ini menjadi salah satu bukti dari manajemen keuangan yang buruk, utamanya dari kedua lembaga pemerintahan tersebut.

"Kasus Jiwasraya adalah masalah missmanagement (manajemen yang buruk),” ucap Budi Frensidy saat dikonfirmasi di Jakarta seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/3).

Ia pun mengaku prihatin, jika melihat kinerja lembaga pemerintahan yang tidak serius menuntaskan kasus ini.

Sebab menurutnya, ada sebanyak 17.000 orang Warga Negara Indonesia (WNI) dan 474 Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Selatan, yang menjadi nasabah JS Saving Plan dan menunggu pergantian uangnya yang hilang.

"Ini tentu menjadi nestapa bagi para konsumen yang berinvestasi di Perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Para pemegang polis dan pembeli produk lainnya (yang jadi korban sebenarnya),” ungkap Budi Frensidy.

Atas ketidakjelasan penuntasan kasus Jiwasraya ini, Budi Frensidy meminta agar OJK dan Kementerian Keuangan memainkan peranannya. Yakni, memperbaiki manajemen dan aturan main mengenai investasi di lembaga keuangan non bank (perusahaan asuransi).

Tujuannya, lanjut Budi Frensidy, agar kasus penggelapan uang investasi yang terjadi di Jiwasraya lewat perdagangan saham dan reksadana karbitan tidak terjadi lagi.

"Pengawasan harus lebih ketat, penegakan aturan-aturan corporate governance dan sanksi yang tegas untuk para pengelola dana institusi dan dana publik terutama di perusahaan-perusahaan BUMN,” pungkasnya. [tmc]