Sejumlah lembaga surÂvei dan penyelenggaraQuick Countdi Indonesia dinilai hanya jadi perpanjangan kaki tangan para pemain politik, yang malah melegitimasi dan melanggengkan demokrasi yang bengkok dan korup.
- Isu Pemilu 2027 Dinilai Tidak Mendasar dan Bisa Membawa Kekacauan Negara
- Nasdem: Pemerintah Jangan Bertele-tele Soal Tenaga Honorer K2
- Indonesia Gemilang Saat Dipimpin SBY
Baca Juga
Sejumlah lembaga surÂvei dan penyelenggara Quick Count di Indonesia dinilai hanya jadi perpanjangan kaki tangan para pemain politik, yang malah melegitimasi dan melanggengkan demokrasi yang bengkok dan korup.
Demikian disampaikan Koordinator Gerakan IndoneisiaBersih (GIB) Adhie M Massardi.
Menurut mantan jurubicara Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini, di Indonesia, lembaga-lembaga survei yang digawangi kaÂlangan akademisi yang bukan intelektual, justru menjadi benalu demokrasi.
"Bekerja hanya demi perut mereka, seraya menyesatkan opini masyarakat," tuturnya.
Karena itu, lanjut Adhie, dia menyarankan semua kalangan intelektual Indonesia yang jumlahnya terus menyusut itu sebaiknya menggalang kekuaÂtan, guna melawan jalan sesat kalangan akademisi di lembaÂga-lembaga survei Indonesia.
"Agar produk-produk survei mereka yang absurd, tidak menjadi virus nasional yang bisa mengabsurdkan keseÂjahteraan dan masa depan bangsa," cetusnya.
Dia menyampaikan, Indonesia sudah sangat mendesak dipÂimpin orang-orang yang cerÂdas, berintegritas dan berkualiÂtas. "Saat ini, orang sekaliber itu niscaya akan digerus remuk oleh lembaga-lembaga survei yang absurd," ingat Adhie.
Dia mencontohkan, meÂnyoal absurditas hasil survei sebuah lembaga survei baru-baru ini (Indo Barometer-Red) membuatnya teringat dengan EDSA.
EDSA adalah akronim dari Epifanio de los Santos Avenue, gerakan rakyat (People Power) yang ingin meÂneguhkan suara rakyat "Suara Tuhan" di Metro Manila (22-25 Februari 1986) pimpinan duet Cory Aquino-Kardinal Sin yang kemudian menumÂbangkan diktator Filipina, Ferdinand Marcos.
People Power yang terkenal itu dipicu oleh Namfrel (National Chairperson) gerakan masyarakat sipil untuk pemilu bersih yang diinisiasi Jose S Conception Jr, Bapak Quick Count Dunia.
Dijelaskan Adhie, dengan metode quick count Namfrel berhasil membongkar hasil pemilu Filipina yang diselnggarakan Comelec (Commission of Election), KPU-nya Filipina.
Operasi quick count ini kemuÂdian menjadi tren di negara-negara di dunia yang menyeÂlenggarakan pemilu, termasuk di Indonesia.
"Kalau di Indonesia sekaÂrang, rasanya pahit bak emÂpedu, membuat hati menjadi ngilu," ujarnya.
Di Filipina, terangnya, paÂra akademisi dan relawan yang membantu operasional Namfrel adalah kaum intelekÂtual, yang mengolah hasil peÂmikirannya dengan hati, bukan dengan perutnya.
Karena itu, lanjut Adhie, bila di Filipina survei dan operation quick count itu dipakai untuk meluruskan Jalan Demokrasi yang dibengkokkan Comelec (KPU), di negeri Indonesia kebanyakan lembaga survei dan penyelengÂgara quick count justru bekerja melegitimasi jalan demokrasi yang bengkok dan korup.
"Lembaga-lembaga survei kita yang digawangi kalangan akademisi yang bukan intelektual, justru menjadi benalu demokrasi, yang bekerja hanya demi perut mereka, seraya menyesatkan opini masyarakat," pungkas Adi seperti dilansir Koran Harian Rakyat Merdeka. [nat]
- Bupati Dan Mantan Bupati Tanah Datar Hengkang Dari Partai Golkar
- Diitemui BP2MI, Menko Airlangga Janji Tingkatkan Pelindungan Dan Upskilling PMI Di Masa Pandemi
- Warga Sido Mulyo TPS 3 Sudah Mulai Coblos