Hasil Survei Posisi Jokowi Selalu Teratas, Jangan Lengah

Banyak survei yang menempatkan petahana Presiden Joko Widodo pada posisi teratas untuk Pilpres 2019. Sebaiknya menjadi perhatian bagi kubu Jokowi, agar kiranya tidak jumawa.


Banyak survei yang menempatkan petahana Presiden Joko Widodo pada posisi teratas untuk Pilpres 2019. Sebaiknya menjadi perhatian bagi kubu Jokowi, agar kiranya tidak jumawa.

"Kalau menilik ke belakang saat Pilpres 2014, hasil yang dirilis lembaga survei juga pada akhirnya Pak Jokowi hanya beda tipis dengan hasil sebenarnya. Berdasarkan hal tersebut, cukuplah modal Pak Jokowi agar dipertahankan ke depan, namun jangan lengah dan jumawa, tetap waspada," jelas Ketua Ikatan Alumni Universitas Pertahanan (IKA Unhan) Heru Budi Wasesa, Rabu (25/4).

Menurutnya, sebagai pesaing terkuat, Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto tentu sudah banyak belajar dari kekalahan sebelumnya. Untuk itu, Heru meminta kubu Jokowi mewaspadai euforia yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, di mana kemenangan pasangan Anies-Sandi dapat menular ke Prabowo karena dianggap sebagai king maker di baliknya.

"Jangan lupa, bisa saja terjadi poros tengah seperti Pilkada DKI yang menguras tenaga dan memecah kekuatan. Dan kali ini mereka bisa saja belajar dari saat itu untuk mengambil manfaat lebih banyak," paparnya.

Heru mengatakan, tingginya elektabilitas Jokowi selama ini adalah cerminan kinerja pemerintahan yang mendapat apresiasi dari masyarakat. Sehingga berdampak pada tingginya tingkat kepuasan publik.

Menurutnya, jargon kerja, kerja, kerja merupakan kekuatan tersendiri bagi Jokowi. Di samping tim pemenangan juga harus lebih agresif merangkul swing voter yang berpotensi menjadi penentu pada pilpres mendatang.

"Mereka yang dulu tidak pilih Jokowi juga harus diakomodir, bukan dicueki," kata Heru seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL.

Lebih lanjut, dalam konteks kebangsaan, idealnya masa jabatan presiden Indonesia adalah 10 tahun, agar program pembangunan yang telah disusun bisa tuntas berkesinambungan. Sebagai negara dengan 240 juta penduduk yang terdiri dari ribuan adat, suku dan budaya memerlukan program yang berkesinambungan dari seorang pemimpin.

"Apalagi kita sudah tidak punya GBHN. Andai saja Gus Dur memimpin dalam dua periode mungkin landasan toleransi kita lebih kokoh, begitu juga Pak Habibie dapat ciptakan kemandirian, Bu Mega menghadirkan keadilan sosial Sabang-Merauke dan kita lihat juga Pak SBY yang dua periode. Semoga kali ini Pak Jokowi diberi kesempatan melanjutkan pembangunan di periode kedua agar pembangunan berkelanjutan dan terintegrasi," demikian Heru. [nat]