Disperindag Provinsi Bengkulu Belanja Souvenir Sampai Rp 200 Juta, Atik Batik: Kita Dibayar Hanya Rp 35 Juta

Galeri Toko Atik Batik yang mendapatkan proyek pengadaan sovenir batik dari Disperindag Provinsi Bengkulu/net.
Galeri Toko Atik Batik yang mendapatkan proyek pengadaan sovenir batik dari Disperindag Provinsi Bengkulu/net.

Anggaran kegiatan pembelian atau belanja souvenir di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bengkulu didugaan bermasalah. Pasalnya dari keterangan pihak Disperindag Provinsi Bengkulu souvenir di tahun  anggaran Rp 2023 itu mencapai Rp 200 juta namun disinyalir barangnya tidak pernah terlihat. 


Hal itu disampaikan Sekretaris Dinas Disperindag Provinsi Bengkulu, Frans  Setiawinata, dirinya mengaku tidak pernah melihat bentuk souvenir yang nilai belanjanya mencapai Rp 200 juta itu. 

"Yang saya tahu ada pengambilan barang di tokoh Atik Batik Di Anggut, soal jumlah saya tidak tahu, silahkan tanya langsung ke Atik Batik atau ke Bidang yang menangani kegiatan pengadaan itu," tuturnya.

Terkait hal itu, jurnalis RMOL Bengkulu yang mencoba mengkonfirmasi pengadaan souvenir itu bertemu dengan pemilik Tokoh Atik Batik yang beralamat di Anggut Kota Bengkulu. 

Diungkapkan pemilik tokoh bernama Atik, dirinya membenarkan mendapat proyek pengadaan sovenir namun jumlahnya hanya Rp 35 juta. 

"Iya ada di tahun 2023 kita dapat pekerjaan dari Disperindag Provinsi Bengkulu, tapi tidak sebesar Rp 200 juta, kita hanya mendapat Rp 35 juta. Itupun hanya souvenir batik tulis," jelasnya Rabu kemarin (20/3). 

Terkait sempat nunggak pembayaran dan dirinya dikabarkan sempat mengadu ke Istri Gubernur Bengkulu. Atik membantah hal itu, dirinya mengaku bahwa tertundanya pembayaran karena persyaratan tokohnya belum lengkap. 

"Tidak pernah saya atau ibu saya menemui ibu Gubernur mengadukan soal pembayaran yang tertunda. Itu memang keterlambatan ada di kami," beber Atik. 

Diketahui, dari Daftar Penggunaan Anggaran Di Disperindag Provinsi Bengkulu tahun 2023 lalu, tertulis ada belanja pembelian sovenir sebesae Rp 200 juta yang ditangani dibawah bidang Industri Kecil Menengah. Dan masalah ini teelah dilaporkan oleh pihak Lembaga Swadaya Masyarakat ke Aparat Penegak Hukum.