Perusahaan Tak Bayar THR Pekerja, KANOPI: Menghisap Darah Buruh

Sebuah spanduk besar dibentang di depan tugu Fatmawati Simpang Lima Kota Bengkulu oleh yayasan Kanopi Hijau Indonesia pada Selasa (11/5).


Pembentangan spanduk tersebut bertujuan sebagai bentuk protes dari para buruh  PT Agro Muko di Air Bikuk Estate yang wilayah lahan perkebunannya terletak di Desa Air bikuk. Dimana sejak 2017 hingga 2021 berjuang menuntut hak mereka di perusahaan terkait Tunjang Hari Raya (THR) yang belum pernah meraka dapatkan.

Koordinator aksi yakni Suarli mengatakan 43 Buruh Harian Lepas (BHL) perawatan lahan di PT Agro Muko di Air Bikuk Estate yang wilayah lahan perkebunannya terletak di Desa Air bikuk tersebut menuntut hak mereka sebagai pekerja sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Dimana  Undang-Undang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan  menyebutkan bahwa tidak ada aturan yang menjelaskan perbedaan hak berdasarkan status kerja buruh. 

Sehingga, kata Suarli BHL berhak mendapatkan THR, dan dibuktikan dengan keberhasilan perjuangan mereka yang telah mereka nikmati 2 tahun tekahir.

"Komunikasi yang kami lakukan, diketahui bahwa beberapa perusahaan tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar Tunjangan Hari Raya (THR) yang harus dibayarkan maksimal H-7 dari hari raya," kata Suarli usai melakukan aksi di simpang lima Kota Bengkulu, Selasa (11/5).

Lebih lanjut, Suarli menerangkan berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 6 Tahun 2016 tentang THR keagamaan bagi pekerja/buruh di perusahaan, perusahaan wajib memberikan THR buruh/pekerja. 

"Disana dijelaskan bahwa perhitungan THR untuk pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah," kata Suarli.

Namun berkaca pada  surat edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) nomor M/6/HK.04/VI/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi pekerja/buruh di perusahaan, di mana salah satu konsiderannya adalah UU nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, dimana menyebutkankan bagi perusahaan yang tidak mampu membayar THR dengan berbagai macam alasan, yang salah satu alasannya adalah pandemi, perusahaan boleh membuat tindakan mendiskusikan, membuat kesepakatan, dan melaporkan ke dinas terkait paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. 

"Isi surat edaran Menaker sejatinya telah mendeskriditkan posisi buruh, kemudahan bagi perusahaan. Dengan alasan tidak mampu, dapat menjadi alasan tak membayarkan THR," sambungnya. 

Sementara itu, Kanopi menilai sikap Menteri Tenaga Kerja demikian seperti memberikan toleransi yang begitu leluasa kepada pengusaha untuk mencari berbagai alasan ketidakpatuhan mereka terhadap aturan. 

"Kondisi ini merupakan kemenangan pengusaha yang sudah berhasil menggiring negara untuk membuat berbagai aturan demikian, sehingga kami mengucapkan, selamat Kepada Perusahaan/pengusaha yang tidak membayar THR, anda telah  berhasil menghisap darah buruh,” tutup Suarli.