Hardiknas 2023: Momentum Memperkuat Kembali Revolusi Karakter

Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd 
Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd 

Sedikit mereview ulang, bahwa Hari Pendidikan Nasional atau disingkat dengan Hardiknas yang hingga saat ini selalu diperingati setiap tanggal 2 Mei, merupakan hari kelahiran seorang tokoh pelopor pendidikan nasional Indonesia. Presiden Soekarno melalui Keppres No.316/1959 yang menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Ki Hadjar Dewantara. Berdasarkan Keppres itu juga, hari kelahiran pelopor pendidikan pribumi ini ditetapkan untuk diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Beliau memiliki nama lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Kemudian pada usia ke-40, beliau memutuskan untuk mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara dan tidak lagi menggunakan nama kebangsawanannya agar dapat lebih membaur dengan masyarakat. 

Sosok Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, yaitu suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi rakyat pribumi biasa untuk memperoleh hak pendidikan. Semasa hidupnya, beliau aktif dalam kancah politik namun pada akhirnya lebih konsen dalam bidang pendidikan. 

Setidaknya, terdapat Tujuh asas Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, ialah pertama, kemerdekaan haruslah menjadi fondasi pertama dalam pelaksanaan Pendidikan; pengajaran yang memberikan pengetahuan yang berfaedah baik dalam lahir maupun batin. Asas ketiga Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan harus berdasarkan kebangsaan dan menuju arah perikemanusiaan. Asas keempat, mementingkan tersebarnya pengajaran bagi rakyat umum berdasarkan kerakyatan. Asas kelima, adalah pendidikan harus mampu mengubah watak dan sikap bangsa untuk menjadi bangsa yang mempunyai derajat yang tinggi dan sejajar dengan bangsa lain. Asas keenam, mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan berjiwa ketimuran. Asas ketujuh, yakni menolak pendidikan yang hanya mengajarkan masyarakat menjadi masyarakat pekerja yang lupa akan tujuan hidup.

Sejalan dengan hal ini, terdapat lima arah kebijakan pendidikan Nasional yang akan diperkuat pada 2023 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, yakni (1) optimalisasi angka partisipasi pendidikan, (2) inovasi riset dan teknologi, (3) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, (4) memajukan dan melestarikan bahasa dan kebudayaan, (5) tata kelola pendidikan dan kebudayaan.

Mencermati fenomena terkahir yang sering terjadi dalam Rahim bangsa ini, penulis memandang perlu untuk melakukan ragam aksi nyata yang bersifat cepat, strategis dan tepat sasaran dalam rangka revolusi Karakter. Revolusi karakter ini tidak hanya difokuskan bagi generasi muda yang saat ini masih dibangku Pendidikan, namun juga diperuntukkan bagi segenap unsur bangsa mulai dari struktur yang paling atas hingga lapisan bawah.

Kita harus belajar dari kasus yang menimpa berbagai institusi negara hingga sekelompok remaja yang melakukan Tindakan menyimpang hingga berdampak pada penegakan hukum. Sebut saja misalnya kasus kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, kasus penganiayaan terhadap David Ozora, kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, kasus penganiayaan seorang mahasiswa bernama Ken Admiral oleh Aditya Hasibuan, seorang ayah pukul anak pakai kayu di Desa Watumelomba, Kecamatan Tontonunu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, aksi penganiayaan yang dilakukan oleh enam anak perempuan terhadap gadis berhijab di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, kekerasan terhadap anak yang terjadi di Desa Tambaksari Kecamatan Kembaran yang dilakukan oleh seorang nenek terhadap cucunya sendiri, dan banyak lagi kasus-kasus sejenis terjadi selama rentang januari hingga April tahun 2023 ini.

Fenomena apa yang hendak diangkat dari ragam kasus tersebut? tidak lain adalah fenomena krisis Karakter. Karakter yang dimaksud adalah seperangkat sifat yang selalu dikagumi menjadi tanda-tanda kebaikan, kebajikan dan kematangan moral seorang. Tentu setiap orang karakter masing-masing, namun perlu diperhatikan bahwa setiap orang berbeda pun disebabkan oleh beberapa faktor tertentu yang menjadi pembentuk dari karakter seseorang tersebut.

Karakter seseorang akan mulai terbentuk melalui lingkungannya, keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar. Beberapa pihak memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter seorang individu, pihak-pihak tersebut di antaranya adalah orang tua, saudara, teman sebaya, guru dan orang lainnya yang berada di sekitar individu tersebut. Setiap individu tentunya memiliki pengalaman hidup yang bersumber dari lingkungan sekitar, keluarga, sekolah. Pengalaman hidup seseorang juga bisa diperoleh melalui buku, televisi, internet dan sumber lainnya yang memiliki potensi untuk dapat menambah pengetahuan seseorang.

Khususnya media, apalagi media teknologi dapat memberikan ancaman bagi pembentukan karakter seseorang karena penggunaan yang berlebihan atau tidak terkontrol. Beberapa contoh ancaman tersebut antara lain: Ketergantungan yang dapat mengurangi kemampuan mereka dalam menghadapi situasi sosial dan komunikasi interpersonal yang sebenarnya. Kemudian Informasi yang salah. Jika seseorang terus-menerus terpapar informasi yang salah, maka karakter dan pandangan mereka terhadap dunia dapat terdistorsi. 

Lalu berikutnya, Penyalahgunaan. Jika seseorang terus-menerus terpapar perilaku seperti ini, maka karakter mereka dapat terpengaruh secara negatif. Termasuk juga mancaman Keterbatasan pengalaman - Terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar dapat mengurangi pengalaman sosial dan kegiatan fisik yang dapat membentuk karakter seseorang. Hal ini dapat menyebabkan seseorang kurang mengembangkan kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain dan mengekspresikan diri. Terakhir, Keterbatasan kreativitas - Terlalu tergantung pada teknologi juga dapat mengurangi kreativitas seseorang karena mereka tidak merangsang kemampuan otak mereka untuk menghasilkan ide-ide baru dan solusi yang kreatif.

Oleh karena itu, penggunaan media teknologi haruslah terkontrol dan seimbang agar tidak mengancam pembentukan karakter seseorang. Sebaiknya, penggunaan teknologi diimbangi dengan kegiatan fisik, interaksi sosial, dan pengalaman langsung untuk membantu membentuk karakter yang sehat dan seimbang.

Menyelami fenomena ini, relevan kiranya jika penulis meyakini bahwa revolusi karakter merupakan instrument utama yang harus menjadi perhatian dari berbagai komponen terutama dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kenapa demikian? Karena kementerian inilah yang menjadi leading sectornya, tidak hanya konsen dalam bidang Pendidikan dalam bentuk system sekolah atau institusi formal, melainkan juga pada aspek budaya bangsa yang terkait dengan watak dan sikap bangsa agar menjadi bangsa yang mempunyai derajat yang tinggi dan sejajar dengan bangsa lain.

"Revolusi karakter" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan signifikan dalam paradigma nilai dan moral yang dianut oleh sebuah masyarakat. Revolusi karakter dapat terjadi secara alami dalam sejarah masyarakat, atau dapat dimulai melalui upaya yang disengaja dan terencana oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu.

Perubahan karakter masyarakat dapat memiliki dampak yang sangat besar pada kehidupan sehari-hari. Misalnya, jika sebuah masyarakat mengalami revolusi karakter yang mempromosikan nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan tanggung jawab, maka masyarakat tersebut kemungkinan akan menjadi lebih stabil dan produktif. Sebaliknya, jika sebuah masyarakat mengalami revolusi karakter yang mempromosikan nilai-nilai seperti korupsi, kekerasan, atau intoleransi, maka masyarakat tersebut kemungkinan akan mengalami kekacauan dan konflik.

Meskipun sulit untuk memprediksi tepatnya bagaimana revolusi karakter akan mempengaruhi sebuah masyarakat, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mempromosikan perubahan nilai dan moral yang positif. Beberapa contoh langkah tersebut termasuk pendidikan karakter di sekolah, promosi nilai-nilai positif melalui media massa, dan memberikan contoh perilaku yang baik oleh para pemimpin dan tokoh masyarakat.

Respon kebijakan mengenai Pendidikan karakter ini sudah ada dalam Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dilakukan melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Selain itu, Kemdikbudristek ditegaskan pula akan membasmi tiga dosa dalam sistem pendidikan nasional. Ketiganya yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual. Tiga dosa ini tak hanya menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, tetapi juga memberikan trauma yang bahkan dapat bertahan seumur hidup seorang anak. 

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd 

(Kolumnis dan Pemerhati Pendidikan)