Diintervensi, KPU Tidak Percaya Diri

RMOL. Pemerintah dan Komisi II DPR sepakat untuk meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghapus ketentuan verifikasi faktual dalam menyaring partai peserta Pemilu 2019.


RMOL. Pemerintah dan Komisi II DPR sepakat untuk meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghapus ketentuan verifikasi faktual dalam menyaring partai peserta Pemilu 2019.

Padahal, dalam putusan Nomor 53/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi pasal 173 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. KPU diperintahkan melaksanakan verifikasi faktual terhadap seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019, tanpa kecuali.

Keputusan pemerintah dan DPR RI dalam rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu, dan DKPP yang berlangsung kemarin, dikritik oleh peneliti Kode Inisiatif, Adellina Syahda.

"Kami lihat putusan permohonan 53 ini sudah dinantikan, jantungnya UU pemilu. Maka kami sebut putusan ini seharusnya menyelesaikan persoalan konstitusionalitas. Tentu disayangkan putusan yang final dan mengikat ini dilenturkan penafsirannya. Bentuk intervensi dilakukan dalam RDP kemarin," ujar Adellina dalam Diskusi Kopi, Jalan Halimun Raya Nomor 11B, Guntur, Jakarta Selatan. Kamis (18/1/2018) dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Menurutnya, KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang telah menyatakan siap melaksanakan putusan MK seharusnya mengambil sikap tegas untuk tetap melakukan verifikasi faktual kepada 12 parpol peserta pemilu 2014 dan empat parpol baru.

"Dorongan utamanya, KPU harus percaya diri dengan komitmen. Empat partai politik baru berjalan artinya melanjutkan 12 partai politik lain. Memang tantangannya waktu, juga anggaran serta resource menjalankan verifikasi. Ini yang kemudian harus ditekankan," tegasnya.

"KPU sebagai gong utama harus percaya diri. Putusan MK mengikat, maka kemandirian KPU yang kita dorong," tambah dia. [nat]