5.000 Warga Perbatasan Terancam Tak Bisa Memilih

RMOLBengkulu. Kurang lebih lima ribu warga adat suku rejang, selupuak dan marga sembilan di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, terancam tak dapat menyalurkan hak suara mereka pada pemilu mendatang. Pasalnya, ribuan warga yang sebelumnya masuk lima desa di Kabupaten Lebong, kini secara administrasi masuk di Kabupaten Bengkulu Utara.


RMOLBengkulu. Kurang lebih lima ribu warga adat suku rejang, selupuak dan marga sembilan di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, terancam tak dapat menyalurkan hak suara mereka pada pemilu mendatang. Pasalnya, ribuan warga yang sebelumnya masuk lima desa di Kabupaten Lebong, kini secara administrasi masuk di Kabupaten Bengkulu Utara.

Sekretaris Gerakan Rakyat Bela Tanah Adat (Garbeta), Lebong, Dedi Mulyadi, mengungkapkan, terjadi pelanggaran HAM hilangnya hak pilih di wilayah adat Suku Rejang Selupuak dan Marga 9 Kabupaten Lebong yang masuk administrasi Kabupaten Bengkulu Utara.

"Ada sekitar 5 ribu mata pilih, itu data pemilu 2014. Sejak Mendagri terbitnya Permendagri Nomor 20 tahun 2015 tentang tapal batas Kabupaten Bengkulu Utara dan Lebong yang menguatkan warga itu tidak dapat memilih karena KTP Lebong sementara domisili masuk di Bengkulu Utara. Sedangkan, untuk persiapan pemilu 2019 mereka belum didata ulang," kata Dedi, Rabu (11/7) siang.

Selanjutnya, Dedi Mulyadi, menambahkan, konflik tapal batas kabupaten telah terjadi sejak beberapa tahun silam. Setidaknya lima desa di Lebong masuk pada wilayah administrasi Kabupaten Bengkulu Utara.

"KTP mereka Kabupaten Lebong, tapi wilayah masuk Bengkulu Utara. Bila dilihat dari kacamata wilayah adat, itu merupakan wilayah adat Suku Rejang Selupuak dan Marga 9, asal Suku Rejang dari Kabupaten Lebong," tandasnya.

Sementara itu, Ketua KPU, Kabupaten Lebong, Shalahudin Al Khidir, mengatakan, terbitnya Permendagri No 20 tahun 2015 sudah jelas batas wilayah Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara tetapi tidak menghilangkan hak pilih.

"Apabila memang mau milih di Kabupaten Lebong ada prosedurnya, yakni pindah domisili dan dalam undang-undang milih wajib KTP elektronik, disamping Permendagri tentang batas wilayah juga ada Permendagri tentang register desa.
Kelima desa tersebut tidak terigester di Kabupaten Lebong tetapi teregister di Bengkulu Utara dan bisa dipastikan hak suara kelima desa tersebut tidak hilang," ungkapnya.

Terpisah, Kepala Desa Tik Tebing, Kabupaten Lebong, Rozi Aman Jaya, mengumpulkan para tetua desa, Garbeta dan Alinasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), untuk mencari solusi alternatif sengketa tapal batas menggunakan jalur adat.

"Kami mencari jalan keluar dengan cara menelusuri sejarah adat dua suku yang masuk ke wilayah Bengkulu Utara, kami berharap pendekatan wilayah adat dapat menjadi alternatif penyelesaian yang adil, agar warga tidak dirugikan terutama layanan publik," ujarnya Rozi.

Disisi lain, Ketua AMAN Wilayah Bengkulu, Deff Tri, menyampaikan, persoalan administrasi batas kabupaten pada akhirnya memunculkan diskriminasi terhadap 2 komunitas marga masyarakat adat ini. Diskriminasi yang dialami oleh masyarakat adat ini juga akan berdampak secara nyata terhadap aplikasi PKPU nomor 10 tahun 2017 yang menjadikan masyarakat adat sebagai kelompok sasaran dalam meningkatkan kepesertaan pemilihan umum.

"Diperlukan sikap yang cepat dan tepat berbasis masyarakat adat dalam menjawab diskriminasi yang mereka alami, Kemendagri bersama KPU harus sesegera mungkin memastikan hak pilih 2 komunitas adat ini mendapatkan kepastian hak nya sama seperti warga negara lainnya," tutup Deff Tri. [ogi]