Warga Prihatin Anggaran Tanggap Bencana Lebih Minim Dari Hibah

RMOLBengkulu. Koordinator Daerah (Korda) Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Bengkulu, Nurkholis Satro, prihatin terkait adanya pengurangan anggaran kebencanaan di Kabupaten Lebong, tahun 2019 ini.


RMOLBengkulu. Koordinator Daerah (Korda) Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Bengkulu, Nurkholis Satro, prihatin terkait adanya pengurangan anggaran kebencanaan di Kabupaten Lebong, tahun 2019 ini.

Salah satu tokoh pemuda asal Lebong ini mengungkapkan, prihatin yang dimaksud yaitu anggaran kebencanaan lebih minim dari anggaran hibah yang diporsikan Pemkab Lebong ke sejumlah instansi terkait.

Anggaran daerah untuk BPBD Lebong hanya Rp 1,2 miliar dalam setahun. Itupun sudah termasuk biaya rutin beserta gaji Rp 320 juta bagi 31 tenaga honorer BPBD. 

Berbeda dengan porsi hibah yang nilainya cukup fantastis atau jauh melebihi anggaran kebencanaan Lebong. Termasuk pembangunan Lebong Command Center (LCC) belum terlalu urgent bagi warga. Bahkan, menguras anggaran hingga miliaran.

"Jelas kita sesalkan kepada pemangku kebijakan ya. Padahal, dalam 3 tahun terakhir kita tahu lebong rawan bencana longsor dan banjir. Seharusnya itu menjadi alasan kuatnya anggaran. Tapi kok bisa hibah yang dibesarkan. Ini kan jelas aneh," ujar Sastro kepada RMOLBengkulu, kemarin (11/2).

Aktivis lingkungan ini mengingatkan, Pemkab Lebong dalam hal ini jangan fokus pada program jangka pendek untuk melakukan recoveri dan rekontruksi. Namun, pembabgunan di Lebong harusnya mengutamakan pertimbangan daya dukung lingkungan.

"Kalau ada anggaran untuk menghadapi prabencana, setidaknya pemulihan lahan sawah warga lebih cepat. Sekarang kan mereka gagal panen. Apakah ini salah satu kebijakan untuk mendukung Lebong tanam dua kali," tanya Sastro.

Selama ini, ia menilai penataan sejumlah infrastruktur dan perindustrian di Lebong tanpa mempertimbangan lingkungan sekitar.  "Orentasi sistem pembangunan Lebong harusnya berorientasi pada pengamanan DAS penataan ruang sekaligus pemulihan lahan terbuka," tambah Sastro.

Menurutnya, tidak semuanya di lahan terbuka atau sepanjang jalan lintas Lebong - Curup bisa ditanam jeruk. Sebab, akar tanaman jeruk pada prinsipnya tidak bisa mengikat tanah sekalipun penyerapan air di dalam tanah.

"Perubahan tutupan lahan pemicu longsor sana-sini. Harus ada penataan ulang. Semua Hulu anak - anak sungai yang masuk ke sungai Air Ketahun, Air Kotok, dan sebagainya sudah dalam keadaan rusak," tegas Sastro.

Kalau kondisi ini tetap dibiarkan, lanjut Sastro, maka dampak tersebut akan terjadi secara berkelanjutan. Itupun yang dirugikan jelas masyarakat sekitar.

"Berdampak pada irigasi dan persawahan. Apakah mau kita terus - terusan kehilangan sawah, kebun? Sedangkan, semua urat nadi warga Lebong ya ini," tutupnya. [ogi]