Perusahaan Di Papua Hampir 100 Persen Pakai Tenaga Kerja Luar

RMOLBengkulu. Ketua Kaukus Parlemen Papua Barat Robert J Kardinal kesal melihat kondisi perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di daerahnya yang ogah mempekerjakan masyarakat lokal. Padahal, perusahaan tersebut telah mengeruk dan mengambil sumber daya alam milik rakyat Papua.


RMOLBengkulu. Ketua Kaukus Parlemen Papua Barat Robert J Kardinal kesal melihat kondisi perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di daerahnya yang ogah mempekerjakan masyarakat lokal. Padahal, perusahaan tersebut telah mengeruk dan mengambil sumber daya alam milik rakyat Papua.

"Di Papua ini kan ada yang namanya otonomi khusus, ada juga hak ulayat. Kalau hak ulayat, berarti yang punya hak di situ rakyat, yang harusnya dihormati. Tapi, yang terjadi, banyak pekerja-pekerja di perusahaan tersebut berasal dari luar Papua. Padahal, orang Papua juga itu sudah yang andal di bidang migas. Ini malah hampir 100 persen pekerja dibawa dari luar. Lihat saja di BP Tangguh, itu tak satu pun ada orang Papua," ujar Bendarahara Umum Partai Golkar ini di Jakarta, Senin (14/5).

Akibat hal ini, kata Robert, orang Papua hanya menjadi penonton atas mengerukan sumber daya alam yang terjadi di daerahnya. Robert bersama Komunitas Masyarakat Adat di Papua Barat sebenarnya sudah sering mengajukan protes atas prilaku tersebut. Sayangnya, perotes-protes tersebut tak ditanggapi perusahaan-perusahaan tadi.

"Harusnya ini yang jadi perhatian kita. Walau itu perusahaan asing, khusus untuk pekerja Indonesia yang ada di perusahaan tersebut, harus berpihak lebih pada pekerja Papua. Jangan sampai masyarakat protes dan demo segala macam. Kita minta Pemerintah Pusat jadikan ini sebagai perhatian," pintanya.

Jika kondisi seperti sekarang terus terjadi, Robert khawatir bisa memicu disintegrasi bangsa di Papua. Sebab, masyarakat Papua tidak dapat mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kehidupannya sendiri di tanah milik mereka.

"Saya sudah bertemu dengan BP Migas, BP Tangguh, tapi tidak ada realisasi. Karena itu, saya minta segera direalisasikan minimal 80 persen orang Papua bekerja di perusahaan tersebut. Mereka tidak boleh jadi penonton, yang bisa membuat mereka makin kecewa pada Pemerintah Pusat. Sementara, kerja di luar juga sulit. Mereka mau kerja ke Sumatera, ke Kalimantan, juga ditolak," bebernya.

Bukan hanya di perusahaan migas, perusahaan bidang perkebunan juga demikian. Menurut Robert, masih banyak perusahaan perkebunan di Papua yang tidak melaksanakan kewajibannya menggunakan 20 persen plasma nutfah di areal perkebunan tersebut. Dia ingin kondisi ini segera diselesaikan Pemerintah.

"Ini tugas buat Dirjen Perkebunan Kementan (Kementerian Pertanian)," tambah dia.

Anggota DPD dari daerah pemilihan Papua Barat Mervin Sadipun Komber membeberkan keburukan lain dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua. Mervin menyatakan, banyak perusahaan di Papua mengabaikan pelestarian lingkungan. Perusahaan-perusahaan itu sering meninggalkan bekas lahan operasinya begitu saja tanpa ada perbaikan.

"Ini yang cukup meresahkan masyarakat adat Papua Barat. Seharusnya, setelah menggunakan lahan, perusahaan itu memperbaiki kembali. Sehingga nantinya dapat dimanfaatkan kembali masyarakat adat di sana," ujarnya. dikutip Kantor Berita Politik RMOL. [ogi]