Kepala Desa Diminta Jaga Netralitas Di Pilkada 2018


RMOL. Kepala desa dihimbau agar tetap netral dalam Pilkada serentak 2018 yang akan digelar serentak di 171 daerah di seluruh Indonesia pada 27 Juni.

"Jaga netralitas kepala desa. Kepala desa tidak boleh berpolitik praktis," kata Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sindawa Tarang dalam keterangannya, Kamis (11/1). dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Larangan dan sanksi kades berpolitik praktis, termasuk pilkada, kata Bung ST panggilan akrab, tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No 273/3772/JS tertanggal 11 Oktober 2016 sebagai penegasan Pasal 70 UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU.

Dalam Pasal 71 ayat (1) disebutkan, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri dan kepala desa atau sebutan lain lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

"Kades yang bermain politik praktis jelas akan dikenakan pidana, hal itu diatur dalam Pasal 188 UU Pilkada bahwa ketentuan sebagaimana dalam Pasal 71 dipidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/denda paling sedikit enam ratus ribu rupiah atau paling banyak enam juta rupiah," jelas mantan kades di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, ini.

Bung ST mengingatkan kembali mengenai netralitas kades karena sering kali ada tren pelibatan atau dilibatkannya kades dalam arus dinamika politik praktis oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu, apalagi menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Kades dan perangkat desa, dilarang melakukan kegiatan politik praktis dari sebelum, selama, dan sesudah tahapan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

"Netral dalam artian tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepentingan siapa pun," cetus doktor bidang hukum ini.

Larangan kades dan perangkatnya berpolitik praktis juga secara tegas diatur dalam UU 6/2014 tentang Desa. "UU Desa menyebutkan kades dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan/atau golongan tertentu. Kades juga dilarang menjadi pengurus parpol dan ikut serta dan/atau terlibat kampanye pemilu dan/atau pilkada," paparnya sambil menambahkan, Pasal 29 huruf g UU Desa menyebutkan kades dilarang menjadi pengurus partai politik.

Namun, Bung ST menegaskan larangan kades menjadi pengurus parpol adalah pembodohan publik dan ketidakadilan demokrasi serta mematikan grass roots demokrasi, yang mestinya tidak terjadi lagi di zaman now.

Bung ST kemudian menguraikan batasan netralitas kades, yakni tidak terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon kepala daerah/wakil kepala daerah; tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; tidak membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu padangan calon selama masa kampanye; tidak mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pilkada sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada anggota keluarga dan masyarakat.

Namun, di sisi lain Bung ST mengingatkan Mendagri Tjahjo Kumolo yang mewacanakan pencabutan larangan kades dan perangkat desa berpolitik praktis, karena kades dan perangkat desa bukan Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Kades dan perangkat desa memang bukan ASN, sehingga selayaknya mereka diberi kebebasan untuk berpolitik praktis di era demokrasi ini terutama menjadi pengurus parpol dan caleg," pungkasnya. [ogi]