Dukung Pembangunan Nasional, Masyarakat Enggano Desak Hukum Adat Diperdakan

Masyarakat Enggano mendukung percepatan pembangunan nasional di Pulau Enggano, sebagai salah satu destinasi wisata nasional menyambut program Visit Bengkulu 2020, pembangunan pertahanan, serta pembangunan kawasan kelautan dan perikanan.


Masyarakat Enggano mendukung percepatan pembangunan nasional di Pulau Enggano, sebagai salah satu destinasi wisata nasional menyambut program Visit Bengkulu 2020, pembangunan pertahanan, serta pembangunan kawasan kelautan dan perikanan.

Walau pun demikian, masyarakat Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, juga mendesak agar hukum adat masyarakat Enggano dapat segera di Perdakan.

Hal ini disampaikan Kepala Suku Kaarubui, Suhaidi, saat kegiatan Dialog Publik Menuju Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Enggano, Senin (21/11/2016) di ruang pola Kantor Bupati Bengkulu Utara, yang juga dihadiri oleh pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu, perwakilan enam suku adat Enggano dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).


"Kita mendorong pembangunan nasional di Pulau Enggano, namun hendaknya hukum adat masyarakat Enggano dapat juga diperdakan, memiliki payung hukum yang kuat," harap Suhaidi.

Senada dengan itu, Camat Enggano, Marlansius, mengungkapkan, perjuangan ini telah dilakukan sejak 2015 lalu ke DPRD Bengkulu Utara. Pengakuan tersebut, dianggap sangat mendesak jangan sampai pembangunan yang dilakukan malah mempercepat hilangnya nilai budaya maupun kekayaan alam yang ada di Enggano sebelum waktunya tiba meski melalui jalur khusus.

"Ini untuk kepentingan bersama, perlu ada batasan-batasan yang kuat untuk menjaga kelestarian alam dan nilai-nilai budayanya," bebernya.

Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Provinsi Bengkulu, Abu Bakar Chekmat, menyampaikan dukungannya agar hukum adat masyarakat Enggano segera diperdakan.

"Oleh karena itu, kita mendukung terwujudnya perda hukum adat masyarakat Enggano agar dalam prosesnya tetap sejalan dengan tujuan pemerintah dan dikelolah secara bijak demi penyelamatan Enggano," ungkap Abu Bakar Chekmat.

Menanggapi hal tersebut, Asisten I Setda Bengkulu Utara, Sahat M Situmorang, mengungkapkan, pemerintah menyambut baik apa yang diaspirasikan oleh masyarakat Enggano. Pasalnya, hal itu sama dengan apa yang diprogramkan Bupati dan Wakil Bupati Bengkulu Utara, Mian- Arie Septia Adinata di dalam RPJMD.

"Kita akan akomodir dan bersama-sama memperjuangkannya," tegas Sahat M Situmorang.

Meski Sahat sapaan akrabnya tidak menyatakan seberapa serius pemerintah memperjuangkan hal itu, agar tidak menjadi "perda mandul". Ia mengatakan semua pihak harus dilibatkan dalam pembahasan ini, agar payung hukum yang dikeluarkan dapat bermanfaat untuk jangka waktu panjang.


Supaya tidak ada kecemburuan, perda yang diperjuangkan itu nantinya menjadi satu kesatuan tidak hanya untuk Hukum Adat Masyarakat Enggano namun juga Hukum Adat Masyarakat Pekal dan Rejang. Semakin banyak yang terlibat dalam merumuskan draf perda tersebut kwaliyasnya maka akan semakin baik pula.


"Kita harus hati-hati dalam merumuskannya, draf hukum adat masyarakat enggano sudah kita terima, perlu kita lakukan pula dengan Suku Pekal dan Rejang. Kita tetap berusaha secepatnya pada 2017 nanti sudah menjadi bahasan prolegda," jelas Sahat.


Direktur Bagian Hukum dan HAM, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi, menilai, dari hasil komunikasi yang terjalin ada semangat yang sama. Semangat itu lah diperjuangkan saat ini untuk menjaga hukum adat masyarakat Enggano.


"Apakah pemda serius atau setengah hati dalam memperjuangkan ini, saya belum dapat informasi sejauh itu, namun yang dapat saya tangkap adalah memiliki semangat yang sama dengan masyarakat enggano. Perda tidak dapat dibahas hanya dalam satu hari, perosesnya panjang kata kuncinya adalah adanya keterbukaan," pungkasnya. [N14]