Netralitas Lembaga Survei Dan Quick Count Diragukan

RMOLBengkulu.Netralitas dan profesionalisme sejumlah lembaga survei politik patut diragukan. Hal itu sebagaimana disampaikan Ketua Umum Perkumpulan Swing Voters, Adhie Massardi, dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu, Rabu (17/4).


RMOLBengkulu. Netralitas dan profesionalisme sejumlah lembaga survei politik patut diragukan. Hal itu sebagaimana disampaikan Ketua Umum Perkumpulan Swing Voters, Adhie Massardi, dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu, Rabu (17/4).

Pasalnya, dikhawatirkan mereka akan memanipulasi data dalam hitung cepat atau quick count sehingga hasil hirtung cepat sementara yang mereka umumkan akan mengikuti hasil survei mereka belakangan ini.

Adhie mengatakan dirinya tidak percaya pada lembaga-lembaga survei tersebut. Dia khawatir lembaga-lembaga itu hanya mengambil sample di basis pendukung klien yang memesan quick count, serta mengabaikan sample di tempat lain.

"Keputusan perhitungan faktual memang ada di KPU. Tapi dengan sistem quick count yang dimobilisasi dan dipancarluaskan ke masyarakat dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak politik. Ini yang tidak boleh terjadi,” ujar Adhie lagi.

Oleh karena itu, lanjut Adhie, perlu ada lembaga survei lain yang independen untuk menandingi penyelenggaraan quick count bayaran.

Selain quick count yang independen, kata Adhie, Bawaslu dan kalangan intelektual harus mengawasi para penyelenggara quick count itu.

"Karena saya yakin lembaga quick count ini menggunakan kemampuannya untuk mencari uang di ranah demokrasi bukan untuk tujuan meningkatkan kualitas demokrasi,” ujarnya.

Seharusnya, kata Adhie, kampus dan perguruan tinggi berperan untuk menangkal hitung cepat bayaran. Namun, kampus tak bisa diandalkan karena mereka juga banyak masalah.

"Lihat di kampus Islam saja untuk jadi rektor diminta setor duit Rp 5 miliar. Kemudian di Unpad pemilihan rektor juga bermasalah. Jadi kampus tak bisa diandalkan juga,” ujar Adhie.

Satu-satu harapan, sambung Adhie, ada pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lembaga ini diharapkan dapat memberikan pencerahan agar lembaga survei bayaran tidak leluasa bermanuver.

"Mudah-mudahan teman-teman di LIPI menyadari ini bahwa persoalan bangsa ini perlu pembimbing kalangan intelektual,” kata Adhie.

"LIPI harus menetralisir hasil quick qount bayaran,” demikian Adhie dilansir Kantor Berita Politik RMOL. [tmc]