Kuasa Anak Muda Dalam Pemilu: Membaca Prospektif Putusan MK

Dosen muda Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Arie Elcaputra, SH MH.
Dosen muda Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Arie Elcaputra, SH MH.

Artinya siapapun yang belum ber-usia 40 tahun sepanjang pernah dipilih melalui Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah dapat ikut serta dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Terlepas pro dan kontra dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 90/PUUXXI/2023 yang tentunya tidak dapat serta merta dapat diterima oleh nalar sehat. 

Putusan MK tersebut setidaknya memberikan sinyal positif bagi Anak Muda untuk memimpin bangsa ini. Tetapi dalam batas prasyarat yang terbatas yaitu pernah dipilih melalui pemilu maupun Pilkada. 

Setidaknya sisi positif dalam Putusan ini adalah Mahkamah mengukuhkan ketersediaan calon pemimpin generasi muda. Dalam pertimbangan hukumnya MK mengutip Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 mencatat terdapat 43,02 juta penduduk yang memiliki rentang usia antara 30-39 tahun. Namun parahnya, pengukuhan jumlah generasi muda yang begitu banyak tersebut tidak diimbangi oleh suprastruktur dan insfrastruktur politik yang baik. Bahkan hanya untuk melanggengkan praktek culas dinasti politik yang sedang dibangun oleh pemimpin negeri ini. 

Bagaimana tidak Putusan MK tersebut membuka ruang bagi setiap individu terutama Anak Muda untuk dapat berkontestasi dalam Pilpres namun terhalang oleh syarat diusung oleh Parpol.

Mari kita mengandaikan Putusan MK menjadi pembuka pintu bagi dikabulkannya Permohonan Presidential Threshold dalam Pilpres mendatang. Agar Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat diikuti oleh generasi muda dan tidak tersandera dengan kepentingan Partai Politik semata. 

Oleh sebab itu, Putusan MK ini harus dimaknai secara luas bahwa Mahkamah Konstitusi membuka raung seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia agar dapat mengikuti Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Untuk itu, ketersediaan generasi muda harus mampu diakamodir dan diberi jaminan untuk turut serta dalam pemilu. Terakhir pentingnya kita mereformasi Partai Politik. 

Mengutip pandangan Najwa Shihab yang menyatakan “Partai Partai Politik Itu Institusi Reformasi yang Paling Tidak Mereformasi Dirinya". Pandangan ini haruslah menjadi semacam Intropeksi bagi semua parpol agar membuat mekanisme pengkaderan kepemimpinan yang baik, bukan hanya bagi kepentingan parpol politik semata tetapi sebagai sebuah sikap tanggung jawab partai politik sebagai intitusi demokrasi kepada warga negara Indonesia.