Dosen FH-Unib Sosialisasi Pendidikan Politik Bagi Pemilih Muda

Menyambut Pemilu Serentak 2024, para pengabdi dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Bengkulu (Unib), pekan lalu bertempat di Kantor Desa Tapak Gedung Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu menggelar pengabdian bidang politik. 


Dimana 5 (lima) Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu yang mendapatkan bantuan pendanaan pengabdian masyarakat dengan skema Pembinaan. Kelima dosen tersebut, yaitu Ari Wirya Dinata, Whulandari, Pipi Susanti, Ari Elca Putera, dan Sonia Ivana.

Pengabdian masyarakat yang dilakukan bertajuk Demokrasi dan pemilu adalah salah satu pilar dari tridarma perguruan tinggi yang terdiri atas pendidikan, penelitian dan pengabdian. Tahun ini mengangkat tema demokrasi dan pemilu Tim Pengabdian dosen yang berasal dari bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi ini mengadakan pengabdian bersama perangkat desa, karang taruna, pemuda dan ibu-ibu PKK.

Diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang menganut prinsip kedaulatan rakyat, sebagaimana dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, yaitu kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar NRI 1945.

Salah satu wujud dan kristalisasi dari nilai-nilai demokrasi dimaksud adalah adanya penyelenggaraan pemilu sebagai sarana suksesi pemerintahan yang konstitusional. Pemilu sebagai medium pergantian kekuasaan eksekutif dan legislatif diselenggarakan secara regular sekali dalam lima tahun. Hajatanya ini yang kemudian dipahami sebagai pesta demokrasi.

Dimana masyarakat yang memiliki hak pilih menggunakan hak pilihnya untuk memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, Kab/Kota, DPD hingga pemilihan kepala daerah, yaitu gubenur, bupati/walikota. Bahkan pasca putusan MK yang mengubah langgam pemilu yang terpisah antara legislatif dan eksekutif menjadi pemilu serentak yang menggabungkan keseluruhan pemilu dalam satu waktu. Pemilu seperti ini dikenal pula dengan istilah pemilu lima kotak. 

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, menjelaskan dalam Pasal 22 mengenai asas dalam pemilu yaitu langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil atau dikenal dengan istilah (LUBER & JURDIL). 

Untuk memastikan penyelenggaraan pemilu sesuai asas tersebut maka dibentuk lembaga yang disebut dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU ) sebagai penyelenggara, Badan Pengawas pemilu (BAWASLU) sebagai pengawas atas kinerja peserta dan penyelenggara pemilu dan DKPP atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yaitu lembaga yang kemudian berwenang menindak etika penyelenggara yaitu anggota KPU dan anggota Bawaslu manakala bertentangan dengan etika penyelenggaraan pemilu dan peraturan perundang-undangan yang berlalu Penyelenggaraan pemilu dilaksanakan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Dalam penyelenggaraan Pemilu kerap kali terjadi berbagai pelanggaran dan kejahatan pemilu. pelanggaran dan kejahatan pemilu tentunnya merusak keadilan substantif yang hendak dicapai dari pelaksanaan pemilu itu sendiri. 

Kecurangan prosedural dapat terjadi disetiap tahapan pemilu bahkan kadangkala melibatkan masyarakat umum. Jamak didengar masyarakat seringkali menjadi objek dari para calon legislatif dan partai politik untuk diiming-imingkan melalui politik uang. Bahkan lebih parahnya fenomena politik identitas dan SARA kerapkali digunakan oleh partai politik untuk menjatuhkan pasangan calon lain yang melibatkan publik dalam konflik horizontal tersebut. Hingga melakukan penyebaran berita bohong (HOAX), akibatnya dapat memunculkan konflik ditengah-tengah masyarakat. 

Kejadian ini terefleksi dari istilah “cebong” dan “kampret” dalam prahara pemilu tahun 2019 yang lalu. Tidak hanya itu, Kepala desa kerapkali dimanfaatkan oleh pemimpin petahana untuk memberikan dukungan dan deklarasi yang padahal sejatinya sebagai pemimpin desa atau kampung mereka harus bersifat netral.

Sekelumit persoalan itulah yang menjadi latar belakang dari penyelenggaraan sosialiasi ini oleh dosen muda yang kebetulan juga mengampu mata kuliah hukum pemilu. Bahkan dalam penjelasannya selain memaparkan ketentuan penyelenggaraan pemilu yang baik dan benar selama masa kampanye. 

Bahkan dosen pemateri menegaskan untuk hati-hati dalam bersosial media dan menyebarkan berita selama musim kampanye, ditakutkan banyak mengandung HOAX karena tindakan yang meneruskan pesan tersebut dapat diancam pidana. Apalagi berita yang disebarkan itu mengandung kebohongan publik dan pencemaran nama baik. 

Oleh karenannya, peserta pemilu dan masyarakat Tapak Gedung dihimbau untuk bijak dalam menggunakan gawai atau perangkat sosial medianya. 

Tidak hanya itu, Dosen Fakultas Hukum Unib, Ari Elcaputra menetaskan, pihaknya mengajak untuk tidak menerima pemberian apapun dari pasangan calon. Bahkan masyarakat harus menggalakan agar tidak menjadi korban politik uang. Jika menemukan hal demikian, maka laporkan kepada Bawaslu.

Sebagai penutup kegiatan tim pengabdian melalukan sesi tanya jawab seputar penyelenggaraan Pemilu di tahun 2024 mendatang dan mengajak untuk menjaga kerukunan dan kedamaian selama proses pemilu, dan tunjukan bahwa Desa Tapak Gedung memiliki kedewasaan dalam berdemokrasi.