Yusril: BLBI Perkara Perdata

RMOLBengkulu. Kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) merupakan perkara perdata.


RMOLBengkulu. Kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) merupakan perkara perdata.

Begitu disampaikan Kuasa hukum terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, Yusril Ihza Mahendra, usai mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap eksepsi yang disampaikannya pada persidangan yang lalu.

Dalam tanggapannya JPU meminta Majelis Hakim untuk menolak eksepsi yang disampaikan oleh pihak Yusril. Namun Yusril menganggap eksepsi yang dibacakan pada persidangan pekan lalu merupakan hal yang harus disampaikan.

"Pihak Jaksa itu minta eksepsi supaya ditolak, kami sudah menyampaikan eksepsi yang menurut pertimbangan kami sesuatu yang harus kami kemukakan, tapi Jaksa menganggap sebagian yang kami kemukakan itu termasuk ke materi perkara," ujarnya di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (28/5)

Yusril menambahkan jika eksepsi yang disampaikannya merupakan hal yang sangat penting dan tetap menganggap perkara tersebut sebagai perkara perdata.

"Tapi bagi kami itu sangat penting semua karena terkait kewenangan untuk mengadili, karena perkara ini perkara perdata atau perkara PTUN yang harusnya diselesaikan lebih dulu," tukasnya.

Yusril pun tetap akan menunggu keputusan Majelis Hakim pada persidangan yang akan datang yakni pada Kamis depan (31/5), meski ia mengetahui jika dalam perkara tindak pidana korupsi jarang sekali eksepsi yang disampaikam pihak terdakwa diterima oleh pengadilan.

Dalam kasus ini Syafruddin Arsyad Temenggung yang merupakan Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dianggap menerbitkan SKL BLBI untuk pemegang saham BDNI dan menguntungkan SN sejumlah Rp 4.580.000.000.000 berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi BPK Nomor 12/LHP/XXI/08/2017 tanggal 25 Agustus 2017.

Atas perbuatannya Syafruddin diancam pidana dalam Pasal 3 UU RI 31/1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI 20/2001 tentang perubahan atas UU RI 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. [nat]