Terima Suap dan Gratifikasi Miliaran Rupiah, Gubernur Sulsel Divonis 5 Tahun

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah/Net
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah/Net

Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) M Nurdin Abdullah mendapatkan vonis lima tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 2,5 miliar dan 150 ribu dolar Singapura.


Tak hanya suap, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Makassar juga membuktikan bahwa Nurdin menerima gratifikasi sebesar Rp 5,5 miliar dan 200 ribu dolar Singapura.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar memvonis Nurdin bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

"Menjatuhkan hukuman terhadap hukuman oleh karena itu dengan hukuman penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan," ujar Hakim, Senin malam (29/11).

Selain itu, Nurdin juga divonis pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 2.187.600.000 dan 350 ribu dolar Singapura dengan ketentuan jika tidak membayar paling lama satu bulan setelah perkara ini memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana dirampas untuk menutupi kerugian tersebut dan apabila harga bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka penggantian dengan pidana penjara selama 10 bulan.

"Menjatuhkan pidana tambahan untuk menjatuhkan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah selesai menjalani hukuman pokoknya," kata Majelis Hakim.

Putusan atau vonis ini diketahui lebih ringan daripada tuntutan dari tim Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Nurdin dengan enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, Nurdin juga membayar untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 3.187.600.000 dan 350 ribu dolar Singapura subsider satu tahun kurungan.

Tak hanya itu, Jaksa KPK juga menuntut hukuman tambahan untuk Nurdin berupa pencabutan hak yang dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak Nurdin selesai menjalani pidana pokoknya.

Dalam pertimbangan-pertimbangannya, Majelis Hakim sebelumnya menguraikan fakta hukum yang muncul selama berlangsungnya persidangan.

Di mana, Nurdin terbukti menerima suap dolar Singapura yang diketahui dan diketahui oleh sesuatu, jika dipergerakkan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, karena pada saat penerimaan uang itu, dibandingkan dengan presentasi akan diperoleh agar mendapatkan hasil yang baik dari perusahaan. proyek juga menyampaikan kepada Agung Sucipto jika ingin memberikan sesuatu atau uang nantinya bisa melalui Edy Rahmat.

"Menimbang, demikian pula dengan penerimaan uang sejumlah Rp 2,5 miliar oleh kedua orang tersebut melalui Edy Rahmat adalah penerimaan yang diketahui dan dilakukan oleh Sucipto karena harapan Edy Rahmat menghubungi Agung untuk memberikan uang pernah dicoba oleh relawan," jelas Majelis Hakim.

Kehendak sumber daya kata tersebut Majelis Hakim, seperti keinginan Sucipto yang pada saat bersamaan berminat mengerjakan proyek pembangunan di dinas PUPR Sinjai TA 2021 dan mengajukan proposal melalui saksi Edy Rahmat.

Selain itu, Nurdin mengetahui akan menghadirkan dari Agung Sucipto karena pernah menerima laporan dari Edy Rahmat tentang kesanggupan Agung Sucipto untuk memberikan sejumlah uang kepada.

"Jabatan, sebagai Gubernur Sulsel, sangat mendukung untuk melakukan sesuatu dalam hal ini untuk dapat menyetujui permohonan yang diinginkan oleh Agung Sucipto," kata Majelis Hakim.

Berdasarkan uraian fakta tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa penerimaan uang sejumlah 150 ribu dolar Singapura yang disampaikan oleh Agung Sucipto kepada maupun menerima sejumlah Rp 2,5 miliar yang diterima melalui Edy Rahmat adalah penerimaan yang diketahui, ditemukan dan diketahui. sebagai penyelenggara negara dalam jabatannya sebagai Gubernur Sulsel untuk memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto dalam pelelangan pekerjaan Dinas PUPR Sulsel dan memberikan persetujuan bantuan keuangan provinsi Sulsel untuk proyek Irigasi di Kabupaten Sinjai TA 2021,"

Adapun bukti penerimaan gratifikasi Nurdin Abdullah juga diungkapkan dalam kurun waktu 2018-2021. Pertama, pada pertengahan 2020, Nurdin menerima uang dari Rober Wijoyo sebagai kontraktor melalui Syamsul Bahri sebagai ajudan yang diterima di pinggir Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar. Akan tetapi, jumlah uang ini belum diketahui nilainya.

Kedua pada 18 Desember 2020, Nurdin menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Muwardi Bin Pakki alias H. Moko dan dari Hj. Andi Indar Nomor Rp 1 miliar melalui Sari Pudjiastuti yang diterima di Syahira Homestay samping RS Awal Bros Jalan Urip Sumoharjo Kota Makassar.

Ketiga, pada Januari 2021, Nurdin menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dari Nuwardi Bin Pakki melalui Syamsul Bahri yang diterima di rumah Syamsul Bahri di Jalan Faisal No. A.7 Banta-Bantaeng Kota Makassar.

Keempat, pada Februari 2021, Nurdin menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fery Tanriady melalui Syamsul Bahri yang diterima di Rumah Fery di Jalan Boulevard 1 No.9 Kota Makassar.

Kelima, pada Februari 2021, Nurdin menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Haeruddin melalui Syamsul yang diterima di rumah Haeruddin yang terletak di Perumahan The Mutiara Jalan AP Pettarani Kota Makassar

Keenam, pada April 2020-Februari 2021, Nurdin untuk kepentingannya menerima uang total Rp 387.600.000 dari Kwan Sakti Rudy Moha melalui transfer ke beberapa rekening atas permintaan.

Sehingga, uang gratifikasi yang diterima Nurdin yaitu sebesar Rp 5.587.600.000 lebih dan 200 ribu dolar Singapura.

"Menimbang, gratifikasi yang diterima oleh Majelis tersebut masing-masing berdiri sendiri karena berasal dari pemberian pihak yang berbeda dan diterima olehnya kepada dan tempat yang berbeda, sehingga kesemuanya merupakan gabungan perbuatan yang dianggap sebagai beberapa kejahatan yang berdiri sendiri," pungkas. dilansir RMOL.ID. [ogi]