Sulitnya Melawan Sindikat Tanah: Mengenal Sepak Terjang Broker Hitam yang Sakti

Dino Patti Djalal/Net
Dino Patti Djalal/Net

Media juga memberitakan bahwa baru-baru ini seorang broker hitam atas nama Topan alias Mustopa telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penipuan yang menimpa ibu saya dan yang bersangkutan kini ditahan oleh Polda.

Dalam tulisan ini, saya ingin menceritakan mengenai broker hitam ini, agar publik paham mengenai cara kerja sindikat tanah dan semakin berhati-hati menghadapi modus mereka.

Topan atau Mustopa adalah broker yang dulu pernah membantu ibu saya yang sudah 40 tahun bergerak di bidang properti. Mirip dengan kasus Nirina Zubir, Topan adalah “orang dalam” yang leluasa bergerak karena sempat dipercaya oleh ibu saya.

Ia mempunyai akses terhadap sertifikat-sertifikat tanah milik ibu saya, yang sudah tua, sering lupa, mudah percaya pada orang, dan kurang teliti memerhatikan arsip.

Akses terhadap sertifikat inilah yang dimanfaatkan Topan untuk merancang berbagai skema penipuan terhadap rumah-rumah ibu saya. Ini pelajaran penting bagi semua pemilik properti: hati-hati dalam meminjamkan sertifikat kepada siapa pun, karena begitu lepas dari tangan kita, segala kemungkinan bisa terjadi.

Saya mulai mengenal Topan di pertengahan tahun 2020, dan dalam waktu singkat saya sudah mengambil kesimpulan bahwa ia srigala berbaju domba. Dari broker lain, saya mendapat informasi bahwa Topan adalah preman yang suka melakukan intimidasi terhadap broker lain, membawa pistol, mengaku sebagai keluarga ibu saya (padahal tidak ada sama sekali tali persaudaraan), dan suka “dikawal” oleh orang yang mengaku sebagai tentara untuk menekan orang.

Begitu mengenal yang bersangkutan, saya segera paham bahwa Topan adalah seorang predator properti yang tujuannya hanya satu: untuk menipu sebanyak mungkin properti milik ibu saya.

Paling tidak sudah 5 rumah milik keluarga saya yang digarapnya dengan berbagai cara: berkomplot dengan penjahat yang berpura-pura menjadi pembeli (agar sertifikat dapat diambil dulu), membayar orang untuk memalsukan tanda-tangan ibu saya, menggandeng notaris hitam untuk melakukan transaksi penjualan rumah di luar sepengetahuan ibu saya, mencari funder yang bersedia memberikan pinjaman dana operasional, dan lain sebagainya.

Dalam berbagai skema ini, Topan berfungsi sebagai “orang dalam” untuk mengatur pemindahan sertifikat tanpa sepengetahuan ibu saya. Untuk merencakan dan melaksanakan aksi penipuannya, Topan berkomplot dengan tim yang berbeda-beda.

Sebagai predator tanah, Topan sangat licin: ia paham ekosistem hukum. Ia tahu di mana titik lemahnya untuk dimanipulasi. Modus operandinya adalah selalu berusaha “menyiram” berbagai pihak dalam mata rantai sindikat tanah (“siram” adalah istilah sindikat yang berarti menyogok), baik di jaringan pelaku penipuan maupun di pihak aparat.

Bahkan supir ibu saya pun disogok Topan untuk selalu melapor segala gerakan keluarga saya.

Dalam setiap kasus rumah, Topan sengaja tidak mengambil keuntungan terbesar. Ia cukup mengambil keuntungan lebih kecil dari yang lain dan bermain di belakang layar, karena memang tujuannya adalah jangka panjang: untuk menggarap sebanyak mungkin properti ibu saya.

Topan dengan hati-hati dan licik merancang langkahnya sehingga kalau aksi penipuannya kelak terungkap, maka yang akan ditangkap adalah koleganya, bukan dia.

Saya sendiri sempat frustrasi karena, walaupun saya tahu Topan berada di belakang berbagai kasus penipuan rumah ibu saya, namun ia terus lolos dari jeratan hukum.

Dalam tiga kasus pertama, ia bahkan sempat menang 3-0 --artinya, 3 kali lolos, sementara rekan-rekannya dijebloskan dalam penjara.

Sebagai contoh, dalam kasus rumah di Jalan Sekolah Duta, ketika saya mulai mengendus ada yang tidak beres di pertengahan tahun 2020, dalam upaya untuk melindungi dirinya, Topan justru berpura-pura menjadi pelapor terhadap tersangka lain.

Para terlapor yang dijebloskan Topan ke dalam penjara ini, yang nota bene adalah teman-temannya sendiri, menyatakan ini aksi “maling teriak maling”. Saya sendiri sudah mendesak polisi bahwa Topan seharusnya dijadikan tersangka, bukan pelapor.

Dalam proses pengadilan di kemudian hari, terungkap dari kesaksian sejumlah terdakwa bahwa Topan memang sosok yang mengatur transaksi gelap jual beli rumah ibu saya, di luar pengetahuan ibu saya.

(Berdasarkan sejumlah kesaksian di pengadilan tersebut, saya akan melaporkan broker Topan agar dijadikan tersangka dalam kasus penipuan rumah di Jalan Sekolah Duta ini).

Skor keadilan: 1 - 0. Topan unggul.

Dalam kasus rumah lain di Jalan Kemang Selatan, Topan bahkan sempat ditangkap basah dalam operasi OTT (tanggal 11 November 2020) bersama sejumlah sindikat tanah lainnya. Namun kemudian Topan dilepas, sementara tersangka lain sudah diadili dan dijatuhi hukuman.

Sewaktu mendekam di tahanan selama 2 bulan, Topan sempat mencoba mengirim ibunya untuk memohon agar ibu saya mencabut laporan polisi, dan hal ini tentunya tidak kami penuhi, namun tenyata Topan terus merencakan untuk melakukan aksi penipuan.

Sampai sekarang, 1 tahun setelah tertangkap OTT, Topan merupakan satu-satunya tersangka dalam kasus ini yang berkasnya masih belum di P-21 (istilah hukum, artinya belum dituntaskan oleh Jaksa untuk dilimpahkan ke pengadilan) dan karenanya Topan masih belum diadili.

Saya akan terus mendesak polisi dan kejaksaan untuk menuntaskan kasus ini, apalagi Topan sendiri bahkan sudah pernah mengakui perannya dalam aksi penipuan rumah ini.

Skor keadilan: 2 - 0. Topan unggul.

Dalam kasus rumah di Jalan Paradise, tersangka Fredy Kusnadi juga menyatakan bahwa Topan adalah pihak yang di luar pengetahuan ibu saya menyelundupkan sertifikat tanah sehingga akhirnya terjadi transaksi palsu dan alih nama sertifikat rumah (yang kemudian digadaikan Fredy ke Bank BNI).

Dalam kasus ini, Fredy telah diadili dan dijatuhi hukuman, namun Topan, sebagai pihak yang menggelapkan sertifikat tanah ibu saya, tetap lolos dari jeratan hukum.

Skor keadilan : 3 - 0. Topan unggul lagi.

Topan mulai terjerat ketika dalam kasus penipuan rumah ibu saya di Kemang Barat. Disini, ia melakukan blunder: ketika menyerahkan sertifikat rumah kepada notaris (di luar sepengetahuan ibu saya), ia membubuhkan tandatangan dalam surat bukti tanda-terima.

Ia juga terbukti menerima 900 juta rupiah sebagai imbalan dari komplotannya. Topan bekerja-sama dengan sejumlah pelaku yang terlibat dalam kasus penipuan rumah ibu saya yang lain. Para tersangka lain juga sudah menegaskan bahwa Topan adalah bagian dari aksi penipuan ini. Akibatnya, Topan kini sudah ditahan dan berkasnya sudah di P-21 oleh kejaksaan.

Alhamdulillah. Skor keadilan: 3 - 1.

Dalam posisinya sekarang di tahanan, Topan pastinya akan berusaha untuk “menyiram” berbagai pihak. Ia masih punya koneksi di dalam ekosistem hukum.

Namun posisinya sulit karena perhatian publik cukup besar, sementara konspirator lainnya ramai-ramai menyatakan ia adalah bagian dari mereka. Kapolri juga sudah menginstruksikan jajarannya untuk lebih garang melawan sindikat tanah.

Langkah terakhir yang dilakukan Topan adalah mencoba menyewa orang untuk mencelakakan/membunuh saya, sebagai pihak korban yang terus melawan sindikat. Bukti-bukti mengenai upaya Topan untuk mencelakakan saya ini sudah saya sampaikan kepada aparat.

Itulah profil broker hitam Topan yang ajaib dan sakti ini. Ia adalah penjahat berkedok broker, dan tidak pernah kapok menipu orang. Kiprahnya tidak ada habisnya.

Ia dengan keji menipu ibu saya yang sudah tua dan memberinya kepercayaan; ia mengirim ibunya untuk meminta maaf kepada ibu saya namun di belakang itu terus merencanakan aksi penipuan untuk rumah lainnya; ia tega menjebloskan teman-temannya untuk melindungi dirinya; ia selalu berupaya “menyiram” semua pihak untuk menggolkan aksi penipuannya dan untuk lolos dari hukum; dan ketika tertangkap, Topan mencoba menyewa orang untuk mencelakakan saya.

Ada banyak tersangka dalam kasus-kasus penipuan terhadap properti ibu saya. Sebagian memang sudah ditahan, diadili dan dihukum. Jujurnya, saya pribadi ada perasaan iba terhadap sejumlah anggota komplotan tanah ini, termasuk terhadap Fredy Kusnadi yang namanya sempat mencuat di media dan sekarang mendekam di penjara Cipinang dan sedang sakit.

Saya akan mengunjungi Fredy Kusnadi di penjara Cipinang, dan Fredy juga kabarnya mempunyai lebih banyak bukti lagi mengenai aksi kejahatan Topan.

Terdakwa lain atas nama Sherly, misalnya, telah mengakui perbuatannya, meminta maaf kepada keluarga saya, dan membantu memberikan berbagai informasi yang berhasil menguak cara kerja komplotan dan tokoh-tokoh yang terlibat dan pendukung di belakang mereka.

Sherly perlu diberikan status sebagai justice collaborator, dan diberikan keringanan hukuman. Saya dan ibu saya juga sudah ikhlas memaafkan mereka, namun akan terus mengupayakan agar sertifikat yang sudah hilang dapat kembali ke tangan kami.

Bagi saya, salah satu ukuran keadilan yang paling utama dalam kasus penipuan yang menimpa keluarga saya adalah apakah aparat dan sistim hukum kita --polisi & jaksa & hakim-- dapat secara tuntas meringkus dan membui pelaku sindikat tanah yang selama ini paling licin dan paling jahat, yaitu Topan.

Kalau menghadapi broker hitam saja sulit, bagaimana bisa meringkus pelaku sindikat yang lebih tinggi?

Mudah-mudahan cerita dan informasi ini bermanfaat bagi masyarakat, terutama yang menjadi korban sindikat tanah. Ingat: para pelaku sindikat tanah itu licik dan cerdik sekali. Jadi kalau mau melawan mereka, anda harus lebih cerdik dari mereka.

Dino Patti Djalal

Duta Besar RI untuk Amerika Serikat 2010 - 2013; pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI)

(Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di halaman Facebook Dino Patti Djalal)